“Kecelakaannya hari Sabtu sore, dan anak saya dirujuk ke RSUP Dr M Djamil Padang pada malamnya. Keesokan hainya, saya baru bisa bertemu anak, karena kami tinggal di Jakarta. Saya kaget, ternyata anak saya masih berada di IGD dan belum mendapatkan layanan sebagaimana mestinya. Padahal, kaki dan tangannya patah, harus segera dioperasi,” kata Oji.
Bukan itu saja, dari petugas medis, ia juga mendapatkan informasi bahwa dokter yang akan mengoperasi sedang libur, yang ada cuma dokter residen (dokter umum yang sedang mengambil program spesialis) dan sedang mendapat giliran piket di RS. Mereka cuma bisa memberikan layanan dasar, tanpa bisa mengambil tindakan penuh (operasi).
Oji dan istrinya terdiam. Hatinya gundah oleh kecemasan akan keselamatan dan penanganan anaknya. Saat itu, seorang kawannya yang kebetulan pejabat, datang membezuk.
Meski sempat sedikit bersitegang, akhirnya petuga medis menghubungi salah seorang dokter dan akhirnya anaknya bisa dioperasi pada malam harinya.
Masalah tidak berhenti sampai di sana. Selesai operasi, ia pun kesulitan untuk mendapatkan ruang rawat inap bagi anaknya, karena ia pasien BPJS Kelas 1. Semua kamar penuh. “Namun anehnya, saat ada seorang pasien lain yang kebetulan tidak memakai BPJS dan butuh kamar rawat inap kelas 1, ruang yang dimaksud langsung tersedia,” katanya.
Akhirnya, dengan bantuan kawannya yang pejabat tadi, Oji akhirnya juga bisa mendapatkan kamar rawat inap bagi anaknya. Lagi-lagi, ia kecewa, karena fasilitas kamar kelas 1 itu tak lengkap. Pintu kamar bagian dalam rusak, WC nya pun dalam kondisi yang menyedihkan.














