PADANG PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Sebagai daerah rawan gempa dan tsunami, Kota Pariaman membutuhkan adanya shelter sebagai tempat perlindungan sementara saat terjadi bencana. Kendati begitu, belum ada bangunan yang didirikan secara khusus sebagai shelter bencana.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Pariaman, Dendy Pribadi mengatakan, daerahnya hanya memiliki beberapa bangunan bertingkat yang bisa difungsikan sebagai shelter, seperti gedung Pasar Rakyat dan gedung Balaikota. “Tapi, kedua bangunan ini hanya sebagai tempat emergensi, bukan rujukan,” katanya kepada Haluan, Kamis (15/5).
Ia menyebut, masyarakat bisa memanfaatkan gedung tersebut dalam situasi darurat apabila tidak memungkinkan untuk mengevakuasi diri ke jalur aman. Oleh sebab itu, ia berharap sebisa mungkin masyarakat dapat mengamankan diri ke daerah aman sesuai rujukan mitigasi bencana dari BPBD.
“Saat ini, di Pariaman sudah ada tiga titik early warning system atau EWS sebagai sistem peringatan dini dari BMKG sebagai deteksi dini. Apabila ada gempa kuat yang terdeteksi mendatangkan bencana besar, maka masyarakat akan diimbau melalui sirine bencana agar mengevakuasi diri segera,” kata dia.
Sejauh ini, menurut Dendy, ada 22 titik sirine bencana yang tersebar di empat kecamatan di Kota Pariaman. Sirine akan aktif ketika muncul peringatan darurat sebagai corong informasi ke masyarakat.
Begitu juga, BPBD telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi dan jalur evakuasi telah disiapkan demi menyelamatkan warga dari ancaman bencana alam gempa dan tsunami. Salah satu upaya mitigasi tersebut ialah membangun shelter bencana.
“Dari pemerintah kota, tengah mengupayakan pendirian shelter bencana sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Selain itu, kita turut melakukan langkah strategis dengan memperkuat kapasitas masyarakat melalui pelatihan dan sosialisasi, serta mengidentifikasi jalur evakuasi,” kata Dendy.
Lebih lanjut, ia menjabarkan, ketika sirine bencana dibunyikan, masyatakat akan diarahkan untuk mengevakuasi diri menjauhi bibir pantai. Bagi kawasan rawan diminta mengevakuasi diri sejauh lima kilometer dari bibir panta.
“Daerah rawan itu ada Pariaman Selatan yang memiliki daratannya lebih rendah dari permukaan laut, serta daerah Pariaman Tengah yang padat penduduk dan dekat dengan pantai. Untuk kedua kawasan ini diminta masyarakat bisa mengevakuasi diri sejauh lima kilometer dari pantai,” kata dia.
Lebih lanjut, ia menyebut, Kota Pariaman memiliki 22 titik tempat evakuasi akhir yang sebagian besar terletak di wilayah Pariaman Utara dan Pariama Timur hingga Pariaman Selatan. Tempat evakuasi ini disebut memiliki rata-rata jarak tujuh sampai delapan kilometer dari bibir pantai dengan jumlah 46 lebih jalur yang dilengkapi plang evakuasi.
“Karena belum memiliki shelter rujukan, ke depan kita juga akan menjalin kerja sama dengan pengadilan negeri dan kejaksaan negeri yang memiliki gedung bertingkat sebagai shelter sementara. Begitu juga ruko-ruko bertingkat yang ada di Pariaman,” tutur Dendy.
Sementara itu, Walikota Pariaman, Yota Balad telah mengusulkan pendirian shelter bencana ke BPBD RI. Ia berharap daerah yang dipimpinnya memiliki tempat khusus untuk perlindungan masyarakat ketika terjadi bencana alam yang mengancam.
Yota menyampaikan bahwa pembangunan shelter sangat berguna menyikapi kondisi geografis Kota Pariaman yang termasuk daerah rawan bencana. Usulan tersebut disambut baik oleh Sekretaris BNPB RI, Dr. apt. Rustian.
“Umumnya, desa-desa di seputaran pinggir pantai yamg ramai penduduk. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan shelter terutama untuk Kecamatan Pariaman Selatan, Tengah dan Pariaman Utara,” paparnya.
Ia menjelaskan tentang kondisi alam dan kondisi wilayah Kota Pariaman yang berada di pinggir barat pantai pulau Sumatera yang rawan terjadinya gempa dan tsunami sesuai hasil kajian dari tim mitigasi bencana.
Untuk itulah, kata Yota, ia memberikan usulan dan perencanaan pembangunan shelter yakni sebuah struktur atau tempat yang memberikan perlindungan dari lingkungan sekitar atau bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan warga dan masyarakat Kota Pariaman. (*)














