“Ini menjadi fondasi arah baru pengelolaan haji. Haji bukan hanya soal ibadah, tetapi juga peradaban—bagaimana jemaah bisa menjadi duta nilai, adab, dan etika,” katanya.
Namun demikian, Dahnil mengakui bahwa besarnya biaya haji masih menjadi persoalan krusial yang membebani jemaah. Kajian mendalam selama tujuh bulan terakhir menunjukkan bahwa efisiensi pengelolaan sangat memungkinkan untuk dilakukan.
Menurutnya, salah satu faktor penyumbang tingginya biaya adalah sistem tiket penerbangan yang mengharuskan jemaah membeli empat tiket untuk satu perjalanan. Ke depan, BPH menargetkan cukup dua tiket—berangkat dan pulang.
“Kami sedang mengupayakan efisiensi ini. Namun tentu berdampak pada penyediaan armada penerbangan, yang saat ini masih terbatas,” ujarnya.
Ia juga mendorong maskapai penerbangan agar lebih transparan dalam menetapkan biaya, termasuk untuk layanan katering selama di Tanah Suci.
Dahnil menambahkan, Presiden RI telah memberikan arahan agar asrama haji di Indonesia dikembangkan sebagai pusat kegiatan ekonomi. Konsep serupa juga akan diterapkan di Arab Saudi melalui pendirian Hotel Haji atau Kampung Haji.














