Ulul juga mengungkapkan bahwa Sungai Batang Sibinail kini berada pada titik kritis. Selain tingkat kekeruhan yang tinggi, diduga kandungan logam berat mulai memengaruhi lahan pertanian dan kesehatan masyarakat, khususnya di Kecamatan Rao Selatan.
Ia menolak narasi yang membenarkan tambang ilegal sebagai bentuk penghidupan masyarakat. Menurutnya, merusak sungai demi keuntungan ekonomi jangka pendek adalah kebijakan yang menyesatkan.
“Air bersih, tanah subur, dan keanekaragaman hayati adalah kekayaan riil. Kalau semua ini hilang, apa yang akan kita wariskan?” katanya.
Sebagai solusi, Ulul mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Tambang Ilegal yang berada langsung di bawah koordinasi Pemprov Sumbar, dengan kewenangan investigatif dan penegakan hukum berbasis ekologis.
Ia juga mendorong pemetaan ulang wilayah rawan tambang ilegal dengan melibatkan akademisi, ahli geologi, dan pegiat lingkungan.
“Pemerintah harus berhenti bersikap reaktif. Sudah waktunya Sumatera Barat menjadi pelopor pengelolaan sumber daya alam yang berbasis ilmu pengetahuan dan etika lingkungan,” ujar Ulul.
Ia menekankan, kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur saat ini tengah diuji.
“Ini bukan sekadar persoalan tambang. Ini soal pilihan arah pembangunan: jangka pendek atau keberlanjutan antargenerasi,” pungkasnya. (*)














