AGAM, HARIANHALUAN.ID — Lahir sebagai anak kuli panggul yang mengangkut kayu kulit manis dari hutan tak menghentikan Devit Febriansyah untuk bermimpi setinggi mungkin. Dengan segala keterbatasannya, siapa sangka Devit akhirnya mampu mewujudkan mimpi itu.
Sebuah senyum penuh kebanggaan menghiasi wajah Devit Febriansyah di rumah sederhana yang terletak di Jorong Bukit Malanca, Nagari Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam.
Pemuda berusia 18 tahun ini baru saja dinyatakan lolos sebagai mahasiswa baru di Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu kampus teknik terbaik di Indonesia. Ia diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Devit merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Dua adiknya masih duduk di bangku sekolah, sementara yang paling kecil baru berusia tiga tahun. Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, semangatnya untuk menggapai cita-cita tak pernah padam.
Ayahnya, Dodi Afrizal, bekerja sebagai kuli panggul yang mengangkut kayu kulit manis dari hutan. Pendapatannya bergantung pada seberapa sering jasanya dibutuhkan.
Sementara itu, sang ibu bekerja sebagai buruh pengikis kulit manis, dibayar seribu rupiah untuk setiap kilogram yang dikikis, dengan penghasilan harian yang paling tinggi hanya sekitar tiga puluh ribu rupiah.
Meski hidup dengan serba kekurangan, semangat belajar Devit tak pernah surut. “Bisa kuliah di ITB memang keinginan Devit sejak di SMA,” ujar Devit pada Kamis (12/6).














