Ia menempuh pendidikan di SMAN 1 Bukittinggi, sekolah negeri favorit yang banyak diminati pelajar berprestasi dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Di sekolah tersebut, Devit selalu masuk peringkat atas, aktif dalam kegiatan akademik dan menjadi salah satu siswa yang dibanggakan.
Meskipun tinggal jauh dari pusat kota di rumah yang sederhana, Devit tidak pernah merasa bahwa cita-citanya terlalu tinggi. Ia sadar, bahwa pendidikan adalah jalan terbaik untuk mengubah nasib dan membantu keluarganya keluar dari keterbatasan.
Ketika pengumuman SNBP keluar dan namanya tercantum sebagai calon mahasiswa ITB, keluarga Devit langsung bersujud syukur. Sang ayah mengaku tak kuasa menahan haru. Perasaan harunya semakin dalam ketika beberapa hari kemudian, Rektor ITB datang langsung ke rumah mereka di Malalak.
“Saya cuma orang kampung, cuma kuli. Tapi anak saya bisa masuk ITB. Ketika Pak Rektor datang, saya tak bisa berkata apa-apa. Saya sangat bangga. Doa terbaik selalu saya panjatkan untuk anak saya,” katanya.
Devit mengaku biaya kuliah digratiskan. Namun, untuk kebutuhan hidup sehari-hari selama kuliah di Bandung, ia tetap memerlukan biaya tambahan.
Oleh karena itu, Devit menyiapkan proposal permohonan bantuan dan mengirimkannya ke Ikatan Keluarga Malalak (IKM), berharap para perantau atau dermawan bersedia membantu perjuangannya. “Mudah-mudahan Devit bisa selesai tepat waktu dan meraih cita-cita yang diimpikan. Sehingga bisa mengangkat derajat keluarga,” ujarnya.














