HARIANHALUAN.ID – Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumbar menggelar diskusi memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas), Rabu (25/6).
Direktur Eksekutif LP2M Sumbar, Felmi Yetti mengatakan Harganas sebenarnya jatuh pada tanggal 29 juni, namun kali ini peringatannya dimajukan melalui kegiatan diskusi bertajuk “Membangun Empati Intergenerasi di Keluarga” ini.
“Pada diskusi kali ini yang terlibat adalah kelompok dampingan kita dari LP2M, Keluarga pembaharu, kader One Stop Service and Learning (OSS&L) yang fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak, anggota Credit Union (CU), perempuan muda, lansia, bapak-bapak dari keluarga pembaharu serta melibatkan mitra dan NGO lain,” ujarnya saat ditemui awak media di sela-sela kegiatan.
Dalam diskusi ini diharapkan para peserta bisa sharing (berbagi cerita) dan saling menguatkan terhadap apapun yang sering menjadi masalah dalam keluarga.
“Dari hasil diskusi tadi, fenomena yang banyak ditemukan sekarang ini adalah ikatan dalam keluarga itu sudah renggang karena tidak ada komunikasi efektif dan saling terbuka serta hambatan-hambatan komunikasi antar anggota keluarga. Bapak lelah, ibu lelah, anak sibuk sering terjadi. Sehingga saat tidak saling terbuka memicu konflik yang tidak tersampaikan,” ucap Felmi Yetti.
Selain sharing terhadap persoalannya, pada kegiatan ini peserta juga diminta merefleksikan diri, berbagi pandangan apa saja permasalahan yang kerap muncul dalam keluarga.
“Dari sharing tadi banyak permasalahan yang muncul orang tua otoriternya tinggi merasa paling benar, sehingga anak-anak cenderung tidak mau terbuka. Kemudian perbedaan kondisi pengasuhan dulu dengan sekarang. Menasehati anak dengan emosi bukan empati. Orang tua sering luput tidak menyediakan ruang bercerita bagi anak sehingga mereka terbuka,” ujarnya.
Tindak lanjut kegiatan ini, karena kita sudah sosialisasikan bahwa keluarga adalah unit terpenting untuk komunikasi dan melakukan perubahan. Dengan diskusi ini ada perspektif yang bertambah dan perilaku yang berubah. Setelahnya akan ada pembentukan forum keluarga pembaharu.
Perwakilan dari 8 provinsi yakni Aceh, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, Sumsel juga hadir pada kegiatan yang juga berlangsung via zoom.
Kegiatan ini juga menghadirkan Direktur Ashoka Asia Tenggara, Nani Zulminarni sebagai narasumber. Ia memaparkan tantangan intergenerasi keluarga pembaharu. Diantaranya realita keluarga di Indonesia saat ini, seperti ideologi patriarki yang mengakar, kesenjangan kesempatan dan peran seluruh anggota keluarga.
Hadir dalam pertemuan, ini Koordinator Program LP2M Sumbar, Tanty Herida dan Kepala Divisi Pengelolaan Program LP2M Sumbar, Igusnovaldi.
Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Peserta dibagi dalam empat kelompok yakni kelompok perempuan muda, kelompok Istri, kelompok bapak-bapak dan kelompok Lansia. Masing-masing kelompok membahas apasaja tantangan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok saat membangun komunikasi dalam keluarga. Kemudian, langkah awal yang diberikan untuk mengatasi tantangan tersebut.
LP2M ingin merefleksikan dan memperkuat kembali pentingnya empati dalam keluarga sebagai upaya pendidikan kritis.
Program Keluarga Pembaharu
Felmi menambahkan saat ini LP2M telah mulai masuk pada pendampingan keluarga.
“Nama programnya pendampingan keluarga pembaharu. Kita sudah mulai masuk ke keluarga yang didalamnya terdapat unsur bapak, ibu, anak remaja, untuk menjalin komunikasi terbuka,” jelasnya.
Saat ini LP2M menargetkan 1 desa 3 keluarga untuk menjadi keluarga pembaharu.
“Meskipun kita baru menjangkau 1 desa 1 keluarga. Kita menargetkan di 3 kabupaten ada 3 desa nya, jadi total ada 9 keluarga. Saat ini yang baru terjangkau yakni Padang Pariaman, Tanah Datar, Kep. Mentawai,” ucapnya.
Lewat program keluarga pembaharu ini dilakukan kegiatan diskusi, pendidikan dan pelatihan kepada keluarga yang dipilih. Tim LP2M turun langsung ke tempat keluarga terpilih yang nantinya diharapkan jadi pilot project keluarga pembaharu kepada keluarga lain disekitarnya.
“Pemilihannya mana yang lebih gampang komunikasinya sehingga bisa jadi role model keluarga lain. Percontohan ini disebut keluarga pembaharu. Visinya menjadi percontohan dan menularkan prakteknya ke keluarga lain,” paparnya. (h/yes)














