PADANG, HARIANHALUAN.ID- Rencana pemberian izin konsesi kepada PT Sumber Permata Sipora (SPS) dinilai sebagai ancaman besar terhadap kelestarian hutan dan keberlangsungan hidup masyarakat adat di Pulau Sipora. Laju deforestasi yang sudah terjadi selama ini berkontribusi terhadap krisis air bersih yang kini dirasakan masyarakat.
Direktur YCMM, Rifai Lubis, menyebut bahwa hutan Pulau Sipora telah banyak dikorbankan untuk kepentingan industri. “Penerbitan izin Hutan Produksi Terbatas selama ini telah menyebabkan hilangnya tutupan hutan secara masif. Kini air bersih pun sudah jadi barang langka di beberapa wilayah,” ujarnya.
Pulau Sipora memiliki luas hanya 615,18 km², menjadikannya kategori pulau kecil yang seharusnya dilindungi.
Menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemanfaatan pulau kecil harus diarahkan untuk konservasi, pariwisata, budidaya laut, dan pertanian berkelanjutan.
“Bukan untuk eksploitasi skala besar seperti PBPH. Bila izin ini dilanjutkan, maka Pemda akan dibebani biaya pemulihan lingkungan dan penanggulangan bencana ekologis yang makin sering terjadi,” tegas Rifai.
Ia juga meminta Pemprov Sumbar segera menyampaikan penolakan resmi ke pemerintah pusat sebelum izin dikeluarkan.
Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan bahwa menjaga hutan yang tersisa di Sipora bukan hanya soal pelestarian alam, tetapi juga soal keadilan bagi masyarakat lokal yang kehidupannya tergantung pada keberadaan hutan dan air bersih.
“Kalau hutan habis, masyarakat yang akan pertama kali menanggung akibatnya,” pungkas Rifai. (*)














