“Meningkatnya jemaah haji yang meninggal dunia merupakan alarm tanda bahaya bagi kita semua. Kami perlu memastikan bahwa setiap jemaah yang berangkat benar-benar memenuhi kriteria istitha’ah kesehatan,” katanya.
Imran menekankan kalau Pemerintah Indonesia juga perlu diberikan kemudahan dalam legalitas operasional layanan kesehatan haji selama di Arab Saudi.
Kemenkes RI sendiri telah mengatur istitha’ah kesehatan jemaah haji dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/508/2024 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2118/2023 tentang Standar Teknis Pemeriksaan Kesehatan dalam rangka Penetapan Istitha’ah Kesehatan Haji.
Aturan tersebut menjelaskan berbagai kriteria untuk memenuhi syarat istitha’ah kesehatan, yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik, kognitif, kesehatan mental, serta kemampuan melakukan aktivitas keseharian.
Implementasi istitha’ah kesehatan yang ketat diharapkan dapat menyaring calon jemaah yang memiliki risiko tinggi atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan menjalani ibadah haji yang menuntut fisik. “Tujuannya adalah mengurangi beban pada sistem layanan kesehatan di Tanah Suci dan yang terpenting, menyelamatkan jiwa,” ujarnya.
Kemenkes RI juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Permasalahan istitha’ah kesehatan bukan hanya tugas Kemenkes, tetapi juga melibatkan berbagai pihak, di antaranya: pertama, Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji (BPH), yang bertugas menyosialisasikan dan mengintegrasikan persyaratan istitha’ah kesehatan ke dalam sistem pendaftaran dan pelunasan biaya haji.














