PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Tradisi budaya Tabuik kembali menyatukan masyarakat Kota Pariaman dalam suasana duka dan kekhidmatan. Dua prosesi utama, yakni Maatam dan Maarak Jari-jari, menjadi bagian penting dalam memperingati tragedi Padang Karbala yang menimpa cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali.
Prosesi Maatam yang digelar oleh Rumah Tabuik Pasa dipimpin langsung oleh Tuo Tabuik, Zulbakri, pada Kamis (3/7). Dalam tradisi ini, keluarga Tabuik dan kaum ibu dari sekitar daraga memasuki arena ritual untuk mengekspresikan kesedihan mendalam atas wafatnya Husain, yang dibunuh dengan kejam dalam “Perang Karbala”.
“Mereka akan berkeliling daraga sambil menunjukkan kesedihan, meratapi kepergian Husain yang dipenggal dan seluruh jarinya dipotong dalam pertempuran melawan tentara Raja Yazid bin Muawiyah,” ujar Zulbakri kepada Haluan.
Daraga sendiri merupakan arena sakral yang dibangun dengan pagar bambu berbentuk segi empat. Di tengahnya terdapat wadah menyerupai kubah kecil yang dilapisi tiga tingkat kain putih, melambangkan kain kafan yang digunakan saat pemakaman.
Prosesi Maatam diawali dengan penabuhan gandang tasa, sebagai isyarat dimulainya ritual. Irama kuat dari alat perkusi ini menjadi latar emosional saat para peserta berjalan perlahan mengelilingi wadah penyimpan tanah yang sebelumnya diambil dalam prosesi Maambiak Tanah.
Prosesi yang sama juga dilakukan di Rumah Tabuik Subarang dengan daraga yang dibangun di halaman bangunan Rumah Tabuik. Setelah Maatam, prosesi dilanjutkan dengan Maarak Jari-jari, di mana anak-anak Tabuik membawa panja.














