Dikatakan Zulbakri, panja merupakan wadah berisi replika jari-jari manusia yang melambangkan bagian tubuh Husain yang tercerai-berai setelah pertempuran. Replika ini diarak mengelilingi kampung sebagai simbol pencarian jenazah sang pemimpin.
“Menurut kisah, setelah Husain gugur, para pengikutnya mengumpulkan potongan tubuh beliau, termasuk jari-jarinya. Maka dari itu, panja ini menjadi simbol bahwa jenazah telah ditemukan dan diberi penghormatan,” jelas Zulbakri.
Arak-arakan panja dilakukan dari Rumah Tabuik menuju Simpang Tugu Tabuik, kemudian kembali ke lokasi awal. Sepanjang perjalanan, rombongan diiringi oleh dentuman ritmis gandang tasa yang telah menjadi ciri khas tiap prosesi Tabuik.
“Gandang tasa sudah menjadi bagian turun-temurun dalam tradisi ini. Fungsinya tidak hanya menyemarakkan suasana, tapi juga menjaga irama dan semangat rombongan,” tambah Zulbakri.
Pada tahun lalu, prosesi Maarak Jari-jari diakhiri dengan Tabuik Basalisiah, yakni pertemuan antara rombongan Tabuik Pasa dan Subarang di Simpang Empat Tugu Tabuik. Momen ini menjadi puncak kebersamaan sekaligus cerminan nilai kolektif masyarakat dalam menjaga tradisi.
Sebelum memulai seluruh rangkaian, Zulbakri terlebih dahulu memimpin pembacaan doa bersama. Ia mendoakan keselamatan bagi umat muslim yang telah wafat maupun yang masih hidup, sebagai bentuk penghormatan spiritual yang menyatu dengan nilai-nilai budaya.














