Petani bisa mengamati dan membuat perbandingan mengenai, misalnya, jumlah anakan, perkembangan gulma, hama dan penyakit hingga hasil panen.
Artinya, petani diajak melakukan riset sederhana sendiri untuk membantu mereka membuat keputusan. Menerapkan SPM atau tidak mestilah keputusan mereka berdasarkan pengalaman sendiri atau pengalaman tetangga.
Tentu saja keputusan petani ini bersifat sukarela berdasarkan rasionalitas bahwa SPM lebih baik, lebih menguntungkan, daripada sawah konvensional.
Artinya, skeptisisme mengenai biaya dan produksi sebenarnya sudah terjawab dengan fakta ini saja. Penggagas SPM tidak bisa memaksa petani untuk menerapkan SPM karena memang tidak punya kekuatan pemaksa.
Kalau para petani rugi ketika menerapkan SPM, apakah karena ternyata SPM lebih mahal atau karena produksi sawah mereka turun, tentu mereka akan meninggalkan SPM setelah satu atau dua kali musim tanam.
Dalam kenyataannya, petani yang sudah menerapkan SPM pada umumnya tetap bertahan menerapkan SPM. Saat ini ada petani yang sudah menerapkan SPM sampai 10 kali musim tanam, terus menerus.
Ada beberapa kasus petani berhenti menerapkan SPM karena kesulitan mengumpulkan jerami yang cukup banyak untuk mulsa penutup bedeng tanam.
Ini disebabkan jarak waktu panen hingga musim tanam berikutnya cukup panjang sehingga jerami di sawah sudah mengalami pelapukan. Mungkin ada sebab lain. Tetapi itu akan butuh penelitian untuk mengungkapnya.










