Membina Umat, Menghidupkan Semangat
Safari Dakwah yang berlangsung 1–5 Juli 2025 ini bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1447 H. Kegiatan tahunan ini mengusung tema “Kita Tingkatkan Semangat Dakwah Membina Umat”, dan menyasar beberapa titik di Pulau Siberut, termasuk Dusun Bose.
Rombongan UPZ tak hanya datang memberi ceramah. Mereka berdialog, menyapa rumah-rumah, dan menguatkan para da’i lokal—mereka yang menjadi ujung tombak dakwah di wilayah terluar ini. Penguatan da’i menjadi prioritas, agar nyala dakwah tetap terjaga setelah rombongan kembali ke Padang.
“Kami tidak ingin dakwah hanya datang dan pergi. Kami ingin meninggalkan jejak yang hidup. Da’i binaan ini adalah ujung tombak Islam di Mentawai,” ujar Ustadz Mafril, Supervisor Pembinaan Da’i UPZ Baznas Semen Padang.
Para da’i ini tidak bekerja dari podium megah. Mereka menyusuri jalan setapak, menyebrangi sungai, mendatangi warga satu per satu. Mereka menjadi guru Al-Qur’an, penasehat, bahkan sahabat untuk warga yang kesepian. Di balik keterbatasan, mereka menjaga keberlangsungan iman.
Dari Siberut: Cerita Dua Da’i Muda
Dua sosok yang menjalani peran itu adalah Ustadz Zainal Kelana dan Ustadz Jon Ricky. Mereka adalah da’i muda binaan UPZ Baznas Semen Padang, yang menempuh jalan sunyi dakwah dengan tekad yang tak surut.
Zainal, alumni STAI-PIQ Sumbar, kembali ke kampung halamannya di Mongan Poula, Siberut Utara. Ia mulai bertugas sebagai da’i binaan akhir 2023. Di desanya, ada sekitar 100 KK muslim, tapi praktik keislaman masih lemah. “Salat belum konsisten, membaca Alquran pun masih terbata-bata,” ungkapnya.
Ia membina sekitar 70 anak di Masjid Al-Abrar, masjid satu-satunya di desa itu. Untuk menarik minat belajar agama, Zainal menerapkan pendekatan sederhana: sistem reward and punishment. “Yang rajin saya kasih permen. Kalau melanggar, saya minta bersihkan halaman masjid. Kalau tidak datang, saya laporkan ke guru sekolah,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara itu, Ustadz Jon Ricky bertugas di Sirilogui, desa dengan 350 KK, namun hanya 15 di antaranya muslim. Ketika awal bertugas, masjid sepi, tak ada pengeras suara, mushaf pun minim. Ia memulai pengajian dan TPA dari nol, sekaligus berjuang membina para mualaf yang rentan kembali ke agama lama karena tekanan keluarga.
“Dulu mereka jarang datang ke masjid, bukan karena menolak, tapi karena tidak terbiasa,” ujarnya. Kini, perlahan suasana mulai berubah. Meski tantangan besar masih ada, Jon percaya bahwa menjaga satu akidah adalah pencapaian yang besar.














