Memang terasa jauh berbeda dengan keadaan jalan tol di negara kita. Termasuk rest area yang ada setiap jarak 100 km. Kalau di Indonesia bisa kita pastikan rest area di pinggir jalan tol selalu ramai. Ada banyak restoran, minimarket, pompa bensin, tapi hanya sedikit toilet sehingga sering harus antri atau rebutan menggunakannya. Sebaliknya di rest area jalan tol di Yunnan. Kadang kita tak menemui satupun mobil yang sedang terparkir. Pompa bensin dan satu-satunya minimarket atau restoran yang ada, juga sepi nyaris tak berpengunjung. Tetapi di setiap rest area itu selalu tersedia toilet yang luas dengan puluhan peturasan dan WC. Semuanya bersih dan terawat. Juga tanpa bau, karena selalu dijaga kebersihannya oleh petugas yang hanya satu atau dua orang saja. Dan semua toilet umum itu gratis. Kalau ingin keluar duit kecil juga, beli sajalah jagung pulut rebus seharga 2–3 yuan setongkol. Tersedia di hampir setiap rest area. Bisa buat “kulek-kulek” pelengah waktu menunggu teman yang lagi menunaikan hajat.
Oh ya, tentu ada yang bertanya, berapa tarif jalan tol di China? Menurut Kahar The, penerjemah dan kasir kami, untuk separuh perjalanan atau 1.000 km, sopir bus kami mengeluarkan lebih kurang 900 yuan. Atau sekitar Rp2 juta atau rata-rata Rp2.000/km untuk bus. Sedangkan untuk mobil kecil, kendaraan pribadi, tarifnya sekitar setengah yuan/km. Jadi kira-kira sama dengan tarif tol Indonesia. Tetapi untuk warga China dengan pendapatan per kapita hampir tiga kali lipat kita, tarif jalan tol segitu tentu terasa murah saja. (*)














