PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Barat (Sumbar) Tahun 2025 berada dalam tekanan berat. Beban utang yang belum terselesaikan, serta merosotnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyebabkan struktur anggaran daerah menjadi “kocar-kacir”. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar pun terpaksa melakukan rekonstruksi anggaran secara besar-besaran.
Merujuk pada Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2025, proyeksi pendapatan daerah turun dari semula Rp6,27 triliun menjadi Rp5,98 triliun. Sementara itu, proyeksi belanja daerah ikut direvisi turun dari Rp6,43 triliun menjadi Rp6,37 triliun.
Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, menjelaskan bahwa tantangan ekonomi nasional dan global turut memengaruhi kondisi fiskal daerah.
Ia menyebutkan, berbagai faktor eksternal yang turut membayangi, seperti defisit anggaran nasional, beban utang jatuh tempo, konflik geopolitik seperti perang Iran-Israel, hingga kebijakan proteksionis Amerika Serikat yang berdampak pada ekspor dan investasi nasional.
“Infrastruktur teknologi yang masih tertinggal juga menjadi penghambat utama dalam proses transformasi digital, yang pada akhirnya berdampak pula pada kinerja pemerintah daerah,” ujar Vasko saat menyampaikan Rancangan Perubahan KUA dan PPAS dalam Rapat Paripurna DPRD Sumbar, Senin (14/7/2025).
Ia menambahkan, meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar tergolong tinggi di tingkat nasional, ketimpangan pembangunan antar kabupaten dan kota masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Rancangan perubahan tersebut, kata Vasko, akan dibahas bersama DPRD agar disepakati dalam bentuk kebijakan anggaran yang lebih akomodatif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Sementara Ketua DPRD Sumbar, Muhidi, mengakui bahwa pelaksanaan perubahan APBD 2025 merupakan tantangan berat. Ia menyebut, setidaknya tiga faktor utama yang memaksa dilakukannya rekonstruksi anggaran secara fundamental.
“Pertama, beban utang jangka pendek daerah yang mencapai Rp510 miliar harus segera diselesaikan. Kedua, target PAD tidak tercapai dalam enam bulan pertama 2025. Ketiga, pemerintah pusat melakukan efisiensi dana Transfer ke Daerah (TKD) berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025,” kata Muhidi.














