Teks foto: Aktivitas anak-anak Kelana Akhir Pekan KSNT yang sibuk menggambar dan bermain. IST
PADANG PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Konsistensi program Kelana Akhir Pekan oleh Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) tak hanya sekadar mengembangkan imajisani, pun sekadar bergambar, belajar seni dan bermain. Karya dari kolektif Kelana Akhir Pekan berhasil dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia melalui agenda Kids Biennale Indonesia 2025, beberapa hari lalu.
Karya kolektif dari anak-anak penjaga Kelana Akhir Pekan ini dipamerkan bersama 141 karya lainnya yang terpilih dari seleksi terbuka untuk seluruh anak-anak dan remaja di Indonesia, dan akan dipajangkan hingga 31 Juli 2025 nanti.
Wali Kelas Kelana, Srikandi Putri, mengatakan Kelana Akhir Pekan adalah kolektif anak-anak dan remaja dari Korong Kasai, Nagari Kasang, Padang Pariaman, yang tumbuh bersama lewat kelas seni yang diselenggarakan oleh KSNT.
“Mereka berkegiatan setiap Kamis hingga Minggu di Ruangtemu Nan Tumpah, dengan belajar menggambar, menari, bermain musik, berteater, menulis, dan berbagi cerita. Kolektif ini lahir dari semangat bermain, berkarya, dan menjelajah dunia melalui mata dan imajinasi anak-anak itu sendiri—di mana seni menjadi cara berteman, bersuara, dan bermimpi bersama,” katanya.
Begitu juga pengampunya, Yusuf Fadli Aser mengatakan anak-anak Kelana Akhir Pekan dalam kelas rupa menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan rasa ingin tahu yang luas. Mereka membuat apa yang mereka pikirkan, dan selalu berangkat dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.
“Kebebasan ini menjadi fondasi penting dalam cara kerja Kelana Akhir Pekan, seni bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan cara untuk mengenali dan merespons dunia,” ujarnya.
Dalam pameran Kids Biennale Indonesia 2025, Kelana Akhir Pekan menampilkan karya-karya seni rupa berbentuk potongan-potongan puzzle yang belum tersusun sepenuhnya dengan judul “Kelana Akhir Pekan”.
Seperti judulnya, karya ini menggambarkan aktivitas anak-anak kelas Kelana Akhir Pekan menyusun puzzle bersama, tempat belajar gambar, musik, tari dan teater tanpa takut salah. Bagi anak-anak Kelana Akhir Pekan, kelas ini adalah rumah, lingkungan, dan dunia kecil yang penuh imajinasi.
Karya kolektif ini diciptakan bersama oleh nama-nama seperti Aqila Ratman Ersani, Velicia Okta Deciana, Aiza Rania, Anindia Naisya El Mugni, Nada Bahira Ramadani, Fahira Mai Khayrita, Latifa Syahira Fitri, Nur Latifah, Muhammad Agam, Fahrul Mardianto, Syafia Enjelina, Adelia Putri Syamira, Fauzia Rafifa, Muhammad Bima Sakti, dan Rafael Adiza Pratama.
Dalam karya kolektif ini, tidak hanya karya rupa, namun digabungkan dengan karya visual, yang menampilkan unsur gerak, dan musik dari aktivitas keseharian mereka saat latihan dan bermain bersama.
Dari 1.026 karya anak-anak se-Indonesia yang diseleksi, hanya 142 karya yang dipilih untuk mengikuti pameran Kids Biennale Indonesia tahun ini. Empat dari 142 karya itu termasuk karya dari Kelana Akhir Pekan sebagai salah satu dari empat pameris yang berasal dari Sumatera Barat (Sumbar).
Anggota Kelana Akhir Pekan, Fahrul menyatakan keriangannya. Ia punya banyak waktu bermain sambil menggambar. Katanya, suasananya sangat menyenangkan. “Mengikuti kelas di Kelana Akhir Pekan sangat menyenangkan. Bisa dapat teman baru dan bikin karya sama-sama. Dalam pameran ini aku menggambar gunung, karena gunung itu indah kalau dilihat dari bawah. Kata-kata orang kalau dilihat dari atas, pemandangannya akan lebih bagus lagi. Jadi aku gambar itu,” tuturnya lugu.
Kids Biennale Indonesia 2025
Kids Biennale Indonesia adalah sebuah platform seni inklusif dan berskala global, yang memberi ruang bagi anak dan remaja usia 6–17 tahun, serta anak-anak berkebutuhan khusus hingga usia 22 tahun untuk berekspresi, mengkritisi, dan merespons isu-isu sosial melalui seni dan budaya lintas disiplin. Sebagai ruang pertemuan yang setara, program ini bertujuan mendorong kreativitas, empati, serta kesadaran sosial dan lingkungan di kalangan generasi muda.
Tahun ini, Kids Biennale Indonesia mengusung tema “Tumbuh Tanpa Takut”, dikuratori oleh Anggun Priambodo dan Gie Sanjaya. Tema ini mengajak anak-anak dan remaja untuk menyuarakan harapan, refleksi, maupun kritik terhadap lingkungan belajar dan hidup yang ideal—yang aman, inklusif, dan membebaskan. Pameran ini menjadi ruang penting bagi mereka tak hanya sebagai saksi, tetapi juga sebagai agen perubahan. (*)














