“Risikonya sangat besar, baik dari segi sosial maupun budaya. Karena itu, kami tengah menyusun kajian mendalam bersama akademisi dari Universitas Andalas untuk menganalisis potensi konflik dan dampak sosial-teknis yang mungkin timbul,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi, Pemprov Sumbar juga menyiapkan rencana alternatif (plan B) dengan mengalihkan trase ke wilayah Kabupaten Tanah Datar. Menurut Era, opsi ini memberikan sejumlah keuntungan strategis.
“Kalau tidak memungkinkan lewat Bukittinggi karena terlalu padat, kita siapkan pengalihan ke Tanah Datar. Exit tol bisa ditempatkan di Baso yang lokasinya strategis. Akses ke Bukittinggi tetap dekat, dan konektivitas ke Batusangkar, Sawahlunto, Padang Panjang, Solok, hingga Sijunjung juga terbuka lebih luas,” ucapnya.
Dengan dimasukkannya proyek ini ke dalam RPJMN 2025–2029, pemerintah daerah berharap dukungan pusat akan semakin kuat, baik dari sisi regulasi, teknis, maupun pembiayaan. Namun, pendekatan sosial terhadap masyarakat yang terdampak tetap menjadi kunci keberhasilan pembangunan jalan tol yang digadang-gadang akan mempercepat konektivitas Sumbar-Riau tersebut. (*)














