Oleh : Hasril Chaniago
“Selamat pulang kampung,” ucap Cao Jiangping alias Aping dalam bahasa Mandarin.
Tokoh perempuan Suku Mosuo itu lalu memeluk Prof. Dr. Ir. Hj. Puti Reno Raudha Thaib, Ketua Perkumpulan Bundo Kanduang yang juga Tuan Gadih pewaris Kerajaan Pagaruyung. Di sampingnya berdiri dua tokoh komunitas Mosuo yang juga pendiri Museum Mosuo (Mosuo Folk Museum), yaitu Wengjici Erqing alias Erqing atau Aching (55) dan Ruheng Cirenduoji alias Duoji atau Tuo Tjie (50). Ketiganya, Aping, Erqing, dan Duoji, pernah datang ke Sumatera Barat menghadiri Festival Bundo Kanduang yang diadakan di Padang pada 2014.
Demikianlah suasana penyambutan kami rombongan “Safari Yunnan” yang sampai di Desa Luoshui, Danau Lugu, pada hari Sabtu, 21 Juni 2025. Jam menunjukkan pukul 13.15 waktu setempat ketika kami turun dari bus dan melangkah ke lobi Mosuoyuan Hotel atau Mosuo Garden Hotel, hotel bintang empat salah satu yang terbaik di Danau Lugu, milik keluarga Erqing dan Duoji.
Rombongan kami terdiri dari 14 orang, yakni Mantan Gubernur Sumbar dan Mendagri RI Gamawan Fauzi serta istri Vita Nova Gamawan, Senator Sumatera Barat Irman Gusman dan istri Liestyana Rizal, pengusaha serta aktivis sosial dan budaya Haneco Widjaja Lauwensi, tokoh Muhammamdiyah Shofwan Karim, Ketua Majelis Kelitbangan Sumbar Musliar Kasim, Ketua Umum Bundo Kanduang Puti Reno Raudha Thaib, penulis Hasril Chaniago dan istri Nelfida, Kahar The (HBT), Rukiat Tasib (HTT), relawan dan editor Wikimedia Indonesia Rahmat Irfan Denas. Kami didampingi “pemandu khusus” Chow Chien Hong alias Hong Joe yang adalah seorang pengusaha dan rekan bisnis Haneco yang lancar bicara tiga bahasa: Mandarin, Inggris, dan Indonesia.
Begitu memasuki gerbang hotel, semua anggota rombongan mendapat kalungan selendang sutra kuning hasil tenunan suku Mosuo, langsung diserahkan oleh Erqing dan Duoji didampingi Apiang dan 4 perempuan berpakaian tradisional Mosuo. Sementara koper-koper kami dibantu menurunkannya dari bus, kami dibawa ke sebuah rumah besar tradisional suku Mosuo milik keluarga Erqing di komplek hotel dengan lansekap taman yang asri itu. Pas perut memang sudah lapar selepas perjalanan lima jam dari Lijiang, hidangan yang disediakan juga menggugah selera. Belakang kami tahu, makan siang itu merupakan jamuan khusus selamat datang dari pemilik hotel yang juga tokoh masyarakat Mosuo. Tentu saja gratis.
Menurut informasi yang kami peroleh, kan kami saksikan sendiri, Mosuoyuan Hotel adalah yang terbaik di Desa Wisata Luoshui. Dilihat dari beberapa situs pemesanan hotel, hotel-taman ini mendapat penilaian rata-rata 9,3 dari skala 10. Bangunan hotel tiga lantai berbentuk kotak dengan taman di tengah, memiliki ciri khas arsitektur rumah tradisional Mosuo yang dibangun tanpa paku (jadi mirip rumah gadang asli), menyediakan sekitar 80 kamar yang 16 kamar di antaranya menghadap Danau Lugu. Tarif hotel ini mulai 450 yuan (sejuta rupiah) untuk kamar standar hingga 1.000 yuan (Rp2,5 juta) untuk kamar suite. Semua rombongan kami mendapat kamar suite dengan pemandangan danau. Namun menurut Kahar The, kami hanya dikenakan tarif 300 yuan atau kurang sepertiga harga standar.














