PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumatera Barat (Sumbar), Khairuddin Simanjuntak, menegaskan pentingnya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari sektor pajak kendaraan bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang selama ini menjadi salah satu tumpuan utama pendapatan daerah.
Menurutnya, pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah taktis dan strategis dalam memberikan pelayanan kepada para wajib pajak, mengingat kontribusi mereka yang sangat vital dalam mendukung keberlanjutan pembangunan daerah.
“Kami berpandangan bahwa para wajib pajak adalah pahlawan sesungguhnya dalam menggerakkan ekonomi daerah. Sudah seharusnya mereka mendapatkan pelayanan yang baik dan profesional,” kata Khairuddin kepada Haluan, Senin (28/7/2025).
Selain dari sektor perpajakan, Fraksi Gerindra juga mendorong agar pemerintah provinsi lebih serius dalam menggali potensi PAD dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta aset milik daerah yang selama ini dinilai belum dikelola secara optimal.
“Fraksi Gerindra melihat masih banyak celah dan potensi yang bisa dioptimalkan dari kedua sumber ini. Maka dari itu, kami meminta agar pemda melakukan langkah konkret untuk memaksimalkan pendapatan dari BUMD dan aset daerah,” ucapnya.
Tantangan Berat APBD 2025
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumbar, Rosail Akhyari, mengakui bahwa pelaksanaan APBD Sumbar tahun 2025 menghadapi tekanan yang cukup berat. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya realisasi PAD, khususnya dari sektor pajak kendaraan bermotor.
“Pendapatan pajak daerah kita masih sangat bergantung pada sektor kendaraan bermotor, yang terdiri dari PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), BBNKB, dan denda PKB. Yang menjadi masalah besar saat ini adalah realisasi BBNKB yang sangat rendah. Selisihnya dari target awal mencapai sekitar Rp140 miliar, jumlah yang sangat besar,” ujarnya.
Tak hanya itu, tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di Sumbar juga masih rendah. Sebagai respons, Pemprov Sumbar mengeluarkan kebijakan penghapusan denda atau pemutihan pajak kendaraan bermotor untuk tahun sebelumnya. Kebijakan ini berhasil meningkatkan pembayaran pokok pajak, tetapi menghilangkan potensi penerimaan dari denda pajak.
“Akibat kebijakan pemutihan ini, target pendapatan dari denda yang semula Rp36 miliar dirasionalisasi menjadi hanya Rp4 miliar. Artinya, meskipun realisasi pokok pajaknya naik, tetap terjadi penurunan PAD secara keseluruhan hingga ratusan miliar rupiah,” ucap Rosail.














