Di sisi belanja, APBD 2025 juga terbebani oleh utang jangka pendek yang berasal dari APBD 2024, terutama untuk belanja pengadaan barang dan jasa yang belum sepenuhnya terbayar.
“Beberapa di antaranya sudah dianggarkan dan dibayarkan, sebagian lagi sudah dianggarkan tapi belum dibayarkan, dan ada pula yang belum dianggarkan sama sekali. Beban utang ini membuat ruang fiskal kita semakin sempit,” ucapnya.
Ia menyebutkan, sebagian dari beban tersebut telah ditampung dalam pergeseran anggaran tahun 2025, termasuk pengeluaran yang Surat Perintah Membayar-nya (SPM) sudah diterbitkan pada 2024.
“Dengan kata lain, pendapatan menurun dan belanja meningkat. Ini menciptakan beban ganda yang harus diatasi dengan melakukan rekonstruksi dan penyesuaian dalam Perubahan APBD 2025,” tutur Rosail.
Dengan kondisi tersebut, kolaborasi antara pemerintah daerah dan DPRD menjadi sangat krusial dalam menyusun kebijakan fiskal yang realistis dan berkelanjutan, agar target pembangunan tetap dapat tercapai di tengah tekanan ekonomi yang ada. (*)














