“Kami menolak RKUHP karena banyak pasal di dalamnya yang represif dan berpotensi mengekang kebebasan sipil. Ini ancaman nyata terhadap demokrasi,” kata Rivaldi.
Selain itu, mereka juga menyoroti praktik rangkap jabatanyang terjadi di pemerintahan pusat. “Ada lebih dari 30 wakil menteri yang merangkap jabatan. Ini jelas bentuk ketidakefisienan birokrasi dan berpotensi menyuburkan konflik kepentingan,” tegasnya.
BEM-SB juga menyoroti berbagai persoalan di daerah, termasuk tambang ilegalyang marak di berbagai wilayah Sumbar, serta pembangunan Geothermal di Kabupaten Pasaman dan Solok Selatan yang ditolak oleh masyarakat.
“Tambang ilegal harus disapu bersih! Selain merusak lingkungan, tidak ada untungnya bagi negara. Kami mendesak aparat dan pemerintah bertindak tegas tanpa pandang bulu,” tegas Rivaldi.
Soal proyek Geothermal, mahasiswa menuntut agar rencana itu dikaji ulang, dan meminta partisipasi bermakna dari masyarakat terdampak. Begitupun terhadap rencana kehadiran PT Sumber Permata Sipora (SPS) di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Mahasiswa menegaskan, pemberian izin komsesi itu harus melibatkan partisipasi bermakna komunitas adat dan mahasiswa asal Mentawai. “Sipora bukan tanah kosong. Harus ada keterlibatan rakyat dalam setiap kebijakan,” tambahnya.
Hingga berita ini dibuat, aksi unjuk rasa masih berlangsung. Namun saat berkumandangnya azan Ashar, Mahasiswa berhenti sejenak dan menunaikan ibadah sholat dengan tertib di masjid Asy-Syura Kompleks DPRD Sumbar dibawah pengamanan aparat kepolisian. (*).














