SOLSEL, HARIANHALUAN.ID — Dibalik hijaunya Bukit Barisan, pada ketinggian ±1.230 mdpl di Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir, tersembunyi sebuah kenangan yang mulai terlupakan yaitu Bumi Perkemahan Camintoran.
Kawasan Bumi Perkemahan Camintoran merupakan bagian dari aset pariwisata dan pendidikan non-formal yang pernah menjadi kebanggaan Solok Selatan. Sebelum terbengkalai, kawasan ini menjadi lokasi utama kegiatan pramuka, camping sekolah, jambore, pelatihan SAR, hingga pelatihan jurnalistik alam terbuka.
Kini, kondisinya penuh dengan semak belukar, villa yang tak terawat dengan fasilitas yang hanya menyisakan bilik kamar berlantaikan kayu, tanpa listrik dan sinyal menambah kesunyian areal wisata yang seharusnya ramai dengan sorak sorai dan yel-yel pramuka.
Sejak pandemi 2020 dan minimnya perhatian pasca itu, kawasan ini seperti tidak lagi ada dalam radar pemerintah. Tidak ada program revitalisasi, tidak ada pengawasan rutin, bahkan tidak ada upaya menjadikan Camintoran sebagai destinasi wisata edukasi unggulan yang terintegrasi dengan sekolah-sekolah maupun komunitas.
Padahal, Camintoran adalah aset daerah yang dikelola oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Solok Selatan.
Sementara, di sisi lain, pemerintah terus menggaungkan branding pariwisata Solok Selatan sebagai wisata berbasis alam dan budaya. Ironi terjadi saat potensi lokal seperti Camintoran justru diabaikan. Dengan luasan yang cukup untuk menampung ribuan pegiat pramuka, di dukung fasilitas seperti villa, aula, lapangan upacara, toilet umum, dan area camping, kawasan ini pernah menjadi tuan rumah Jambore Daerah dan berbagai kegiatan skala provinsi.
Di tengah ketidakpedulian itu, muncul secercah harapan dari Komunitas Pecinta Alam (KPA) Winalsa. Bertepatan dengan peringatan hari jadi yang ke-25, KPA Winalsa menggelar aksi sosial dan kebaktian terhadap alam, Minggu (3/8).
Kegiatan itu meliputi gotong royong pembersihan semak dan puing-puing di Bumi Perkemahan Camintoran. Sebulan sebelumnya, mereka juga menanam 1.000 pohon di lokasi yang sama.
Ketua KPA Winalsa, Hendri Syarif, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk kepedulian terhadap aset daerah yang mulai ditinggalkan.
”Ini kegiatan kedua kami di lokasi ini, setelah sebulan yang lalu kami lakukan aksi penemaman 1000 pohon. Tujuannya, kami berharap dengan gotong royong ini, wilayah Camintoran ini kembali diurus oleh pihak yang berwenang,” ujar Hendri.
Menurut Hendri, potensi kawasan ini sangat besar, baik sebagai destinasi wisata alam maupun sebagai pusat kegiatan kepramukaan dan edukasi lingkungan.
”Kami berharap akan ada aktifitas pramuka lagi seperti dahulu, yang bisa menarik ribuan peserta, dan ratusan masyarakat yang berjualan. Dulu ada ekonomi yang berputar, sekarang hanya diam,” tegasnya.
Hendri juga menyayangkan rusaknya sejumlah infrastruktur seperti villa, toilet, dan aula terbuka.
”Kondisinya dipenuhi semak belukar. Beberapa bangunan memang masih kokoh, tapi fasilitas lainnya sudah banyak yang rusak dan hilang diambil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” sambung Hendri Syarif.
KPA Winalsa berharap, melalui aksi ini, pemerintah tidak hanya membuka mata, tapi juga membuka rencana konkret. Revitalisasi Bumi Perkemahan Camintoran adalah langkah awal yang harus dilakukan jika ingin membangkitkan sektor pariwisata dan kepemudaan secara merata.
”Sesuai dengan namanya, Bumi Perkemahan Camintoran, maka sebaiknya menjadi kewenangan dan tanggung jawab bersama antara pramuka dan Dinas Pariwisata. Kami ingin kawasan ini hidup kembali, dan ekonomi masyarakat pun ikut bangkit,” tutup Hendri.
Kini, masyarakat menunggu. Apakah suara relawan muda dan semangat gotong royong ini cukup kuat untuk membangunkan para pengambil kebijakan dari tidur panjangnya? Ataukah Camintoran akan tetap menjadi simbol ketidakpedulian pemerintah terhadap aset daerah yang mereka miliki sendiri? (*)














