Dalam Seminar Nasional BPD se-Indonesia, Asbanda menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Bahri, Direktur Fasilitasi Perencanaan Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri; Jaka Sucipta, Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu); serta Eko B. Supriyanto
Chairman Infobank Institute. Bahri mengatakan, Kemendagri terus berupaya memfasilitasi pengelolaan keuangan desa berbasis transaksi non tunai. Salah satunya lewat aplikasi Siskeudes dengan aplikasi CMS Bank yang terus dikembangkan dengan versi teranyar.
“Ini sebagai upaya mendukung implementasi transaksi non tunai, sehingga pajak dan transaksi dapat secara otomatis terinput dalam aplikasi Siskeudes dan menjadi alat pengambil kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa,” ujarnya.
Bahri melaporkan, hingga saat ini sebanyak 115 kabupaten/kota dan 11.070 desa yang telah melaksanakan implementasi transaksi non tunai. “Di Provinsi DIY, sudah ada tiga kabupaten yang menerapkan transaksi non-tunai di desa, yaitu Kabupaten Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul,” jelasnya.
*Dana Desa dan Tantangan Pengelolaannya*
Berdasarkan data Kemenkeu, dana desa yang digelontorkan pemerintah sejak 2015 sampai saat ini jumlahnya mencapai Rp678,9 triliun. Karena itu, pengelolaan keuangannya harus transparan dan akuntabel.
Untuk mendorong hal tersebut, Jaka mengatakan, pemerintah mendorong pengelolaan dana secara digital melalui Siskeudes. Sampai saat ini penggunaan aplikasi Siskeudes yang dilakukan pemerintah desa telah mencakup 95,3 persen. Penggunaan aplikasi Siskeudes belum mampu menjangkau seluruh desa di Tanah Air.
“Ada 3.000 desa yang saat ini belum terjangkau Siskeudes, karena memang layanan telekomunikasinya kurang bagus gitu ya,” jelasnya.
Untuk menyiasatinya, kata Jaka, Kemenkeu tengah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Keuangan Desa Teman Desa (SIKD Teman Desa). Terutama, bagi desa yang menggunakan Siskuedes non aplikasi atau dekstop.
Jaka menjelaskan, implementasi Siskeudes ada dua, yakni secara online dan desktop.
SIKD Desa ini menjadi solusi bagi desa-desa yang tidak menggunakan Siskuedes non aplikasi.
Berikutnya, Eko B Supriyanto juga menyoroti tantangan dalam implementasi Siskeudes.
Salah satunya soal pengetahuan teknis. Menurutnya, kurangnya keterampilan perangkat desa dalam mengoperasikan aplikasi menghambat pemanfaatan optimal sistem ini.
Kedua, kata Eko, soal infrastruktur. Keterbatasan akses perangkat komputer dan konektivitas internet di beberapa wilayah dapat menghalangi implementasi Siskeudes secara maksimal. Belum lagi soal potensi serangan siber.
“BPD secara IT sudah solid, tetapi apakah pemerintah desa yang menjalankan Siskeudes. Serangan siber ini menyerang titik lemah kita,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Eko, soal dukungan teknis. Minimnya dukungan teknis dari pusat saat terjadi kendala, seperti bug pada aplikasi. “Ini yang dapat mengurangi kepercayaan pengguna terhadap sistem,” tutupnya. (*)














