“Jadi bagi peserta yang mengalami komplikasi, pindah domisili, atau tidak melakukan kunjungan lebih dari satu tahun diharapkan dilaporkan ke BPJS Kesehatan Cabang Bukittinggi untuk dinonaktifkan dari program ini. Tentu kami harapkan kolaborasi aktif FKTP dengan BPJS Kesehatan menjadi kunci keberhasilan program ini nantinya,” kata Haris.
Haris juga menjelaskan mengenai perbedaan Prolanis dengan Program Rujuk Balik (PRB). Perlu dipahami, bahwa Prolanis dan PRB ini berbeda. Prolanis untuk mekanisme pendaftaran peserta dilakukan oleh FKTP. Sedangkan PRB pendaftaran pesertanya dilakukan oleh FKRTL dan tentunya atas rekomendasi dokter spesialis/sub spesialis.
Kemudian untuk pengelolaan Prolanis fokus kepada pengelolaan terhadap peserta dengan diagnosa diabetes melitus dan hipertensi dengan pemeriksaan terjadwal, serta edukasi tentang kesehatan.
Sedangkan untuk PRB fokus pada menjaga kondisi peserta penyakit kronis untuk tetap stabil dan mencegah adanya komplikasi, serta terapi obat berlanjut.
Salah satu Person In Charge (PIC) di Klinik Kayyasa 2 Bukittinggi, Elviza menyampaikan bahwa PRB memberi banyak manfaat bagi peserta JKN yang memiliki diagnosa penyakit kronis.
“Pelayanan di klinik lebih cepat dan suasananya lebih akrab. Pasien tidak perlu perjalanan jauh ke rumah sakit, sehingga mereka lebih patuh menjalani pengobatan. Kami juga menyerap beberapa testimoni peserta JKN, bahwa mereka sangat dimudahkan dengan kehadiran PRB ini,” ujar Elviza.
Program Rujuk Balik juga memberikan perlindungan bagi peserta JKN dari risiko komplikasi, sekaligus memastikan pengelolaan terapi obat yang tepat sesuai kebutuhan medis.
“Saya pernah dengar dari salah satu peserta JKN yang mengikuti program rujuk balik ini bahwa dahulu ia harus datang setiap bulan ke rumah sakit. Sekarang ia cukup di klinik dekat rumah, lebih hemat waktu dan tenaga. Jadi dapat disimpulkan bahwa PRB ini banyak sekali membantu peserta,” tutur Elviza. (*)














