PADANG, HARIANHALUAN.id— Kebijakan efisiensi anggaran sangat berdampak terhadap kegiatan dunia usaha dan pendapatan jasa konsultansi di Sumatera Barat.
Demikian dikatakan Ketua DPP Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Sumbar, Ir. H. Afmi Yarsi, MT, IAI kepada Haluan di Padang, Selasa (12/8).
“Kondisi Inkindo Sumbar saat ini hampir mirip- mirip dengan kontraktor. Akibat efisiensi negara, kegiatan tidak ada. Kalaupun ada, tidak banyak,” ujar Afmi.
Afmi menambahkan, anggota Inkindo Sumbar yang terdaftar sebanyak 176 perusahaan. Tetapi demikian hanya 112 perusahaan yang aktif.
“Aktif dalam artian mengantongi Sertifikat Badan Usaha (SBU) sebagai syarat berusaha. Tetapi demikian untuk mendapatkannya cukup berat,” katanya.
Ia menambahkan untuk mendapatkan SBU, konsultan, maka diperlukan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) sebagai persyaratan.
“Biaya pengurusan SKK ini sangat mahal. Bisa mencapai Rp 1 juta hingga Rp5 juta untuk satu tenaga ahli saja, sangat berat bagi perusahaan daerah,” jelas Afmi.
Ditambahkannya, selain masalah efisiensi anggaran, masalah lain yang dirasakan konsultan Sumbar adalah tidak adanya regulasi yang mengutamakan atau memprioritaskan pengusaha lokal.
“Tidak ada kebijakan daerah yang mengutamakan atau memproritaskan pekerjaan untuk konsultan lokal khususnya untuk konsultan kecil.
Contoh pekerjaan Rp200-300 jutaan untuk pekerjaan jasa konsultasi, ada juga yang datang dari luar Sumbar misalnya Jakarta da daerah lainnya.
“Selain konsultan lokal kita tak kebagian proyek, pendapatan daerah seperti pajak dan lain-lain juga lari ke luar daerah,”ujarnya.
Afmi berharap ada semacam regulasi atau kebijakan daerah yang diterbitkan di Sumbar yang bisa mengutamakan kontraktor dan konsultan lokal.
“Misalnya ada pergub yang menyatakan kalau orang luar bekerja di Sumbar wajib ber KSO atau bekerja sama sejak awal dengan konsultan lokal,” ujarnya.
Selain itu untuk proyek yang dananya dari APBD provinsi/kabupaten/kota diutamakan diberikan kepada konsultan lokal terutama untuk poyek yang nilainya kecil.
Ia mencontohkan Jambi telah mengeluarkan pergub bahwa untuk proyek jasa konsultan dan kontruksi diutamakan pengusaha lokal terutama yang nilai proyeknya kecil.
“Kalau bisa Gubernur Sumbar juga mengeluarkan regulasi semacam itu tuntuk melindungi usaha konsultan daerah terutama yang skala kecil agar tetap bisa bertahan,” harapnya.
Lebih jauh ia mengatakan di Sumbar hampir 90 persennya merupakan usaha klasifikasi kecil, beberapa diantaranya klasifikasi sedang dan tidak ada perusahan besar.
Perusahaan konsultan terbagi tiga kategori yakni dengan klasifikasi kecil dapat menangani proyek dengan nilai hingga sebesar Rp1 miliar.
Sedangkan perusahaan dengan skala menengah nilai proyek Rp1 miliar hingga Rp2,5 miliar dan skala besar nilai proyek di atas Rp2,5 miliar.
Kendala lainnya adalah masih tidak standarnya biaya untuk pekerjaan jasa konsultan serta terbatasnya jumlah tenaga ahli dan tenaga terampil.
Agar bisa bertahan saat ini para konsultan lokal berusaha untuk membuat peluang usaha di luar dari proyek pemerintah yang terbatas.
“Kemudian kita juga melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah personel di kantor sebab pemasukan kurang tentu biaya juga dikurangi,” jelasnya.
Ia mengatakan Inkindo Sumbar sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Kadin Sumbar selaku payung yang menaungi dunia usaha, tetapi masalah belum terpecahkan.
“Sepertinya memang harus ada lintas asosiasi yang bersepakat untuk mendorong pemerintah mengeluarkan pergub. Inkindo, Gapensi, Gapeknas, Gapeksindo dan lainnya,” kata dia lagi. (h/ita)














