Sertifikasi HPL dianggap sebagai langkah paling efektif mencegah konflik agraria akibat tumpang tindih klaim kepemilikan. Pada 2025, langkah konkret kembali berlanjut. Sertifikat HPL tanah ulayat berhasil terbit di Desa Pauh Barat, Kota Pariaman, dengan luas 21.933 meter persegi, dan resmi diserahkan kepada Kerapatan Adat Nagari VI Koto Air Pampan.
Hingga September 2025 ini, total sertifikat HPL tanah ulayat yang terbit di Ranah Minang telah mencapai sepuluh bidang.Program ini, kata Teddi, bukan hanya untuk melindungi aset adat dari klaim pihak luar, tetapi juga agar tanah ulayat bisa dioptimalkan secara produktif.
Negara hadir melalui pencatatan tanah ulayat di buku administrasi pertanahan, sehingga posisi masyarakat adat semakin kuat di mata hukum sekaligus membuka ruang bagi pemanfaatan yang lebih terarah untuk kesejahteraan nagari.
Ia menegaskan, sertifikasi tanah ulayat ini sejalan dengan agenda nasional reforma agraria. Ke depan, Kanwil ATR/BPN Sumbar menargetkan setiap nagari yang memiliki tanah ulayat bisa segera mendapatkan sertifikat HPL.
“Harapan kami, Sumatra Barat menjadi contoh nyata bagaimana hukum negara dan hukum adat bisa berjalan seiring, saling menguatkan,” tutup Teddi. (*)














