Menurut Imas, pengelolaan DAS tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus menyeluruh, mulai dari perencanaan, evaluasi, hingga pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) serta konservasi tanah dan air.
“Di samping memantau kondisi DAS, kami juga melaksanakan program nyata di lapangan. Untuk DAS Anai, tahun ini fokus kami adalah penanaman bambu sebagai penguat tebing sungai. Luasannya mencapai 5 hektare, terdiri dari 1 hektare di aliran utama dan 4 hektare di bagian hulu,” ujarnya.
Sampai saat ini, BPDAS Agam-Kuantan telah melakukan kegiatan RHL seluas 300 hektare di DAS Anai. Program ini terselenggara dengan dukungan dana APBN.
Selain RHL pihaknya juga membangun sarana konservasi berupa galiplak dan bangunan penahan air. Tujuannya untuk mengurangi laju erosi dan sedimentasi di sepanjang aliran sungai.
“DAS Batang Anai dikelilingi tiga gunung, yakni Marapi, Singgalang, dan Tandikek. Debit puncak air sungai bisa mencapai 400 meter kubik, sementara kapasitas daya tampung hanya sekitar 150 meter kubik. Selisih yang besar ini harus diwaspadai karena berpotensi memicu banjir,” katanya.
Seperti diketahui, banjir lahar dingin Gunung Marapi terjadi pada 11 Mei 2024 setelah hujan lebat mengguyur kawasan Gunung Marapi. Banjir menerjang perkampungan warga di Kabupaten Agam dan Tanah Datar yang berada di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Gunung Marapi.
Ratusan rumah warga rusak akibat bencana alam yang terjadi ini. Sedikitnya 67 orang meninggal, dan 14 lainnya hilang akibat bencana ini. (*)














