JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Banjir besar baru saja melanda wilayah Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada pekan lalu. Petaka itu telah menyebabkan 23 korban jiwa meninggal dunia, 8 orang hilang, 3 orang luka-luka, serta lebih dari 11 ribu jiwa terdampak. Sementara itu, lebih dari 300 rumah mengalami kerusakan mulai dari rusak ringan hingga hanyut.
Bencana yang berdampak signifikan itu dipicu oleh cuaca ekstrem akibat pengaruh dari adanya aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuator, gelombang Kelvin, dan Madden Julian Oscillation (MJO) yang melintas di barat wilayah Indonesia.
Meski penanganan darurat bencana di Bali dan NTT mulai terkendali dan kini memasuki masa transisi pemulihan, namun fenomena atmosfer yang membawa potensi cuaca ekstrem telah bergeser mendekati wilayah Jawa Timur hingga Jawa Barat.
Tidak ingin kejadian serupa terjadi di wilayah lain, Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., memberikan arahan agar operasi modifikasi cuaca dilakukan sebagai langkah mitigasi dan antisipatif dalam menghadapi potensi risiko cuaca ekstrem tersebut. Hal ini disampaikan saat meninjau wilayah terdampak banjir di Kota Denpasar, Provinsi Bali pada Rabu (10/9).
“Kami sudah berkoordinasi dengan BMKG, curah hujan tinggi akibat gelombang Rossby dan Kevin sudah tidak di area Bali, namun bergeser ke arah barat yaitu sekitar wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Saat ini sedang berkoordinasi dengan para kepala daerah di wilayah tersebut untuk langkah kesiapsiagaan dan antisipasi dengan operasi modifikasi cuaca”, jelas Suharyanto.
Operasi modifikasi cuaca dilakukan dengan menebarkan bahan semai berupa Natrium Klorida (NaCl) maupun Kalsium Oksida (CaO). Hal ini bertujuan untuk meredistribusi curah hujan agar hujan lebat tidak turun di wilayah padat penduduk, namun turun di wilayah perairan. Harapannya, banjir besar seperti yang terjadi di wilayah Provinsi Bali dan NTT akibat cuaca ekstrem pada dasarian pertama Bulan September lalu tidak terjadi di wilayah lainnya.














