Proses pengadilan hukuman kepada kita ada tiga kategori. Pertama, vonis pengadilan hukum dosa dan pahala di akhirat nanti. Kedua, vonis pengadilan hukum di negara kita, yaitunya di pengadilan negeri atau pengadilan tipikor. Ketiga, hukum alam yang menilai apa tindak tanduk kita di tengah masyarakat, kelompok lingkungan kita bergaul sehari.
Menurut analisa saya, hukum alam yang menilai kita melalui orang lain tersebut tentu tidak terlepas dari tindak tanduk kelakuan yang kita lakukan sendiri.
Semakin banyak yang kita omongkan, kelakuan kita itu mencerminkan karakter kita sendiri. Tanpa kita sadari juga sering terjadi orang memuja dan memuji di hadapan kita, sementara di belakang menertawakan kita.
Untuk mengubah dan menghilangkan imej negatif orang tersebut, yang harus kita miliki adalah ilmu, wawasan, serta intelektual. Maka dari itu, marilah kita merenung sambil introspeksi diri kita apa saja yang sudah kita lakukan agar terlepas dari jeratan hukum alam yang vonis masyarakat kepada kita.
Orang bijak mengatakan, jadikanlah kelemahan, kekurangan, dan kegagalan sebagai cambuk untuk mendorong kemajuan, agar kita tidak dinilai negatif orang lain. Mengambil keputusan dan kebijakan dalam keadaan emosional hasilnya pasti tidak maksimal. Jika kita tarik ke atas, hidup ini hanya antara azandan ikamah.
Sebagai pengingat bagi kita, pakailah ilmu padi, semakin tinggi semakin merunduk dan jauhilah sifat “cando kacang dihabuih, ciek mahonjak ka ateh ka bawah” dan potongan lagu almarhum Asben, “cando tupai dapek jariang, malompek bagungguang juo”. (*)










