PADANG, HARIANHALUAN. ID— Pemerintah Kota (Pemko) Padang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Padang menggelar bimbingan teknis peningkatan kapasitas Bundo Kanduang Rabu (17/9/2025) di hotel Axana. Agenda tersebut menjadi upaya memperkuat peran perempuan Minangkabau dalam membina keluarga, melestarikan adat, serta menyiapkan generasi muda agar tidak tercerabut dari akar budayanya.
Melalui tema “Peran Bundo Kanduang dalam Membentuk Generasi Muda Minangkabau yang Beradat dan Berilmu dalam Keluarga”, Bundo Kanduang diharapkan mampu lebih memainkan fungsi strategisnya, baik di lingkungan rumah tangga maupun di tengah masyarakat nagari.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kota Padang, Syamdani, menegaskan bahwa keluarga merupakan madrasah pertama bagi seorang anak.
“Bundo Kanduang adalah madrasah pertama dalam keluarga. Dari ibulah seorang anak mengenal nilai, adat, dan agama. Jika peran itu hilang, maka akan goyah pula kepribadian generasi kita,” ujarnya.
Syamdani menilai, perubahan zaman saat ini telah memunculkan berbagai tantangan baru bagi para Bundo Kanduang. Perkembangan teknologi, derasnya arus globalisasi, hingga degradasi moral menjadi persoalan yang perlu diantisipasi.
“Sebagian ibu larut dalam kecanggihan teknologi. Mereka terlalu sibuk dengan gawai dan media sosial, sehingga lupa dengan fungsi utama sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya,” kata Syamdani.
Menurutnya, kondisi tersebut berdampak langsung terhadap perilaku generasi muda. Anak-anak kian jauh dari nilai adat, norma, dan agama yang seharusnya mereka pegang teguh sejak kecil.
“Akibatnya, perilaku anak dari generasi ke generasi makin melenceng dari norma yang berlaku. Padahal, ibu adalah tameng atau penjaga harmonisasi dalam keluarga. Kalau keluarga runtuh, kepribadian anak pun ikut rapuh,” tuturnya.
Bundo Kanduang, sambungnya, memegang peranan sentral dalam adat Minangkabau. Selain menjadi teladan, ia juga berfungsi sebagai penanam nilai adat dan budaya melalui tutur kata, pepatah petitih, hingga cerita rakyat.
“Dalam pepatah Minang dikatakan, alam takambang jadi guru. Nilai itu harus ditanamkan sejak dini agar anak paham filosofi hidupnya sendiri,” ucap Syamdani.
Selain sebagai pendidik, tuturnya, Bundo Kanduang juga berperan sebagai motivator bagi anak-anaknya. Tradisi merantau menjadi salah satu contoh nyata, di mana seorang ibu selalu mendorong anak laki-lakinya untuk menuntut ilmu dan pengalaman di luar kampung halaman.
“Seorang ibu yang menanamkan semangat belajar akan melahirkan anak berilmu tinggi. Sesuai pepatah, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun. Dengan ilmu, anak-anak bisa mengangkat martabat keluarga sekaligus berguna bagi masyarakat,” ujar Syamdani.
Namun, di tengah arus globalisasi, sambungnya, peran itu kerap menghadapi ujian. Syamdani menyebut pengaruh budaya asing, perubahan peran gender, hingga derasnya informasi instan di media sosial menjadi tantangan serius yang harus dihadapi Bundo Kanduang.
“Banyak generasi muda sekarang yang tidak lagi hafal pepatah, bahkan ada yang malu memakai bahasa Minang. Ini sinyal bahwa ada yang perlu segera dibenahi,” katanya.
Untuk menjawab tantangan itu, Syamdani menekankan pentingnya strategi penguatan peran Bundo Kanduang. Integrasi pendidikan adat dalam keluarga dinilai menjadi langkah utama, di samping pemanfaatan teknologi secara bijak.
“Ibu bisa memperkenalkan anak pada aplikasi belajar bahasa Minang atau literatur digital tentang adat. Jadi teknologi tidak perlu ditolak, tetapi diarahkan agar membawa manfaat,” ucapnya.
Ia juga menambahkan, teladan nyata dari seorang ibu jauh lebih efektif daripada sekadar nasihat. Anak-anak akan meniru perilaku orang tuanya sehari-hari, sehingga konsistensi Bundo Kanduang dalam menjalankan adat dan agama menjadi kunci.
“Kalau seorang ibu konsisten menjalankan adat dan agama, itu akan menjadi panutan kuat bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya mendengar, tapi juga melihat contoh nyata,” kata Syamdani.
Selain itu, kolaborasi dengan lembaga adat dan institusi pendidikan juga dianggap penting. Menurutnya, pendidikan adat dan agama tidak bisa berhenti di rumah, melainkan perlu terintegrasi dengan lingkungan masyarakat.
“Bundo Kanduang tidak bisa berjalan sendiri. Dukungan organisasi perempuan, lembaga adat, dan sekolah akan membuat peran ini lebih kokoh,” ujarnya.
Syamdani berharap melalui bimbingan teknis tersebut, para Bundo Kanduang di Kota Padang semakin menyadari peran besarnya. Ia menegaskan bahwa keberhasilan membentuk generasi beradat dan berilmu berawal dari pendidikan dalam keluarga.
“Kalau keluarga kuat, maka masyarakat pun kuat. Dari rahim dan didikan Bundo Kanduang lahir generasi Minangkabau yang beradat dan berilmu. Itu harapan kita bersama,” tuturnya.














