“Ruang fiskal pusat sendiri sedang mencari keseimbangan. Kalau sekarang juga harus menanggung payroll ASN daerah, belanja prioritas lain seperti perlindungan sosial dan infrastruktur bisa tertekan,” tuturnya.
Namun dari sisi daerah, Prof. Syafruddin mengakui tekanan fiskal memang nyata. Ia mencontohkan Kota Padang yang mengalami penurunan TKD sekitar Rp459 miliar pada rancangan APBD 2026.
“Dalam kondisi seperti itu, wajar bila muncul gagasan agar pusat ikut menanggung. Tapi solusi jangka panjangnya bukan sekadar memindahkan beban, melainkan memperkuat mekanisme yang sudah ada,” katanya.
Ia mengusulkan beberapa langkah konkret agar kebijakan tersebut tetap menjaga keseimbangan nasional dan daerah. Di antaranya, memperkuat skema DAU Tambahan dengan buffer cadangan nasional, menerapkan pengawasan formasi ASN yang lebih ketat, serta mengaitkan penyaluran dana dengan kinerja dan kebutuhan riil di daerah.
“Kalau pusat ingin membantu, bantu lewat mekanisme yang terukur dan berbasis data. Penyaluran gaji PPPK sebaiknya terus bergeser ke sistem pengajuan kebutuhan bulanan yang tervalidasi, bukan reimburse. Dengan begitu, disiplin fiskal daerah tetap terjaga,” katanya.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah menyiapkan fase transisi dua tahun sebelum kebijakan sentralisasi gaji diberlakukan penuh. “Lakukan pilot project dulu untuk guru dan tenaga kesehatan di provinsi yang paling tertekan. Evaluasi dampaknya terhadap APBN, APBD, dan layanan publik,” ucapnya.














