Menurutnya, kunci utama dari seluruh proses ini adalah transparansi. Pusat dan daerah harus menayangkan data yang sama terkait TKD, kebutuhan gaji ASN, serta capaian layanan. Tanpa transparansi, kebijakan apa pun akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di pasar.
Prof. Syafruddin menegaskan, esensi usulan pusat membayar gaji ASN lahir dari kebutuhan menjaga mesin layanan publik di daerah tetap hidup. Namun, ia mengingatkan, stabilitas nasional hanya bisa dijaga jika kebijakan itu dikawal dengan pagar fiskal yang kuat dan mekanisme transisi yang cermat. “Yang kita butuhkan bukan sekadar pusat membayar gaji, tapi desain fiskal baru yang memastikan layanan publik tetap berjalan tanpa menyalahi prinsip disiplin makro,” ujarnya.
Sebelumnya, Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengusulkan agar pemerintah pusat mengambil alih pembayaran gaji ASN di daerah. “Kalau dana TKD ini terus berkurang, tentu akan berdampak besar bagi penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar pusat bisa mengambil alih pembayaran gaji ASN,” ujar Mahyeldi saat pertemuan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa, bersama Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Jakarta, Selasa (7/10).
Menanggapi permintaan ini, Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian dana transfer dilakukan untuk menjaga keseimbangan fiskal nasional di tengah tantangan ekonomi global.
“Kami memahami kekhawatiran daerah. Namun, penyesuaian ini perlu agar APBN tetap kuat. Pemerintah pusat juga mendorong agar daerah semakin efisien dan inovatif dalam mengelola anggaran,” ujar Purbaya. Ia menilai, masih banyak ruang untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah agar anggaran yang tersedia benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat. (*)














