“Walaupun kami sudah bisa menghasilkan biogas dari olahan kotoran sapi, tapi kami tidak punya kesempatan untuk mempromosikannya, karena kami tidak tahu dengan siapa dan kemana,” kata Jamaris, ketua kelompok tani Guo Mandiri.
Ini menunjukkan bahwa mitra bisnis Guo Mandiri sangat terbatas dalam hal bahan, produksi, proses, produk, jasa, distribusi, pemasaran, dan sarana.
Kegiatan pemonitoringan produksi biogas di Desa Guo, Kecamatan Kuranji, dengan memanfaatkan teknologi Wireless Sensor Network (WSN) sebagai metode utama.
Biogas yang dihasilkan dari limbah organik, khususnya kotoran ternak, menjadi salah satu solusi energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Namun, proses produksi biogas membutuhkan pengawasan yang intensif terhadap beberapa parameter penting, seperti suhu, pH, kelembaban, dan tekanan, agar kualitas serta kuantitas gas yang dihasilkan tetap optimal.
Untuk itu, sistem Wireless Sensor Network dirancang guna memudahkan pemantauan secara real-time tanpa harus melakukan pengecekan manual yang memakan waktu dan tenaga. Melalui sensor-sensor yang terpasang pada reaktor biogas, data dikumpulkan dan dikirim secara nirkabel menuju pusat monitoring.
“Data ini kemudian dianalisis untuk mengetahui kondisi produksi biogas secara cepat dan akurat, sehingga potensi penurunan kualitas dapat segera diantisipasi,” pungkasnya. (*)














