PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui DP3AP2KB meluncurkan Aksi PANTAU SUMBAR 2045 (Rapat Koordinasi dan Kerja Sama Lintas Sektor dalam Rangka Penguatan Aksi Nyata Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Menuju Sumbar Tangguh), Rabu, (22/10/2025) bertempat di Aula DP3AP2KB Prov. Sumbar.
Salah satu Quick Win dari Aksi PANTAU SUMBAR 2045 yang sedang berproses adalah deteksi dini kekerasan pada anak sekolah. Kegiatan ini merupakan wujud kerjasama Pemprov Sumbar dengan Universitas Andalas.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi mengatakan rapat koordinasi ini merupakan bentuk kepedulian semua pihak terhadap isu-isu yang berkembang terkait dengan kekerasan pada perempuan dan anak. Melalui aksi ini diharapkan akan terbangun kolaboratif untuk upaya perlindungan perempuan dan anak.
“Kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak akan menjadi ancaman bagi generasi kita pada masa yang akan datang. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang sangat berharga yang kita harapkan menjadi generasi emas pada tahun 2045 nanti,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, anak memiliki hak tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya. Termasuk didalamnya perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Kita memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi mereka dari berbagai perilaku menyimpang dan kekerasan yang dapat mengganggu perkembangan fisik dan mental mereka,” ujarnya.
Berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), serta perkawinan anak, masih menjadi permasalahan serius sampai saat ini.
Tantangan ini membutuhkan keterlibatan aktif dari semua sektor baik dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, pendidikan, tenaga kesehatan, pekerja sosial, hingga elemen masyarakat dan keluarga itu sendiri.
Data kekerasan di Provinsi Sumatera Barat yang tercatat pada Simfoni PPA, jumlah korban kekerasan pada anak yang melapor pada tahun 2024 yaitu 841 korban. Dan sampai September tahun 2025 ini sudah terdapat sebanyak 509 kasus dan 572 korban kekerasan pada anak yang dilaporkan dan status selesai sebanyak 69 korban.
Dimana jenis kekerasan seksual masih mendominasi sebagai jenis kekerasan yang sering dialami anak.
Anak-anak yang mengalami kekerasan ini berada pada rentang usia 13 sampai 17 tahun.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan dan memerlukan pendekatan secara pentahelix. Isu kekerasan terhadap anak dan perempuan membutuhkan upaya yang sinergis, kolaboratif dan terkoordinasi antar berbagai pihak,” tutur Arry.
Hal ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah tetapi menjadi tanggung jawab bersama dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
Permasalahan lain yang akhir-akhir ini juga sangat mengkhawatirkan adalah masalah perkawinan anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Berdasarkan Laporan Kinerja Gugus Tugas PP-TPPO, Indonesia tidak hanya negara pengirim atau negara penerima, tetapi juga negara transit perdagangan orang.
“Persoalan ini menunjukkan bahwa kita perlu memperkuat edukasi dan kesadaran di masyarakat tentang hak-hak perempuan dan anak serta perlindungan hukum yang tersedia,” ujarnya menutup. (h/yes)














