DENPASAR, HARIANHALUAN.ID – Di tengah tuntutan masyarakat, banyak perguruan tinggi masih menghadapi tantangan dalam mengantarkan lulusannya siap kerja. Terlebih persentase pengangguran berdasarkan Badan Pusat Statistik pada Februari 2025 mencapai 4,76 persen di Indonesia. Dari persentase tersebut, lulusan perguruan tinggi menyumbang 6,30 persen pengangguran.
Menjawab persoalan itu, SEVIMA bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XV dan Politeknik Pariwisata Bali menggelar Executive Workshop untuk mendiskusikan strategi kurikulum kampus dalam mencetak lulusan siap kerja. Workshop yang bertajuk “From Outcome to Outshine: Kupas Tuntas Kurikulum OBE untuk Memimpin Kampus Menuju Kelas Dunia”, ini akan digelar Kamis 6 November 2025 di Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar, Bali.
Workshop eksklusif yang akan dihadiri ratusan rektor dan pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia ini menghadirkan empat narasumber utama yakni Prof. Dr. Adrianus Amheka, M.Eng. (Kepala LLDIKTI Wilayah XV), Dr. Ida Bagus Putu Puja, M.Kes. (Direktur Politeknik Pariwisata Bali), Endang Kusmana, M.M., Ak., CA. (Direktur Politeknik Negeri Ketapang periode 2018-2022), serta Prof. Wahyudi Agustiono, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar Universitas Trunojoyo Madura & Customer Strategic Manager SEVIMA). Acara juga terbuka untuk seluruh Rektor dan Civitas Akademika Perguruan Tinggi.
Tantangan di Kampus
Salah satu strategi yang akan dibahas di workshop ini Kurikulum berbasis hasil atau OBE. Hiingga kini, banyak kampus masih menghadapi kesulitan di lapangan. Permasalahan umum mencakup belum sinkronnya Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dengan profil lulusan, kesulitan memetakan mata kuliah yang relevan, hingga perlunya peningkatan evaluasi.
“Masih banyak kampus yang memahami kurikulum sebatas dokumen administratif. Padahal kurikulum adalah perubahan paradigma dari sekadar mengajar menjadi menjamin hasil belajar mahasiswa sesuai standar global. Jika ingin lulusan siap kerja, jangan hanya ubah dokumen, tapi juga ubah cara berpikir tentang pendidikan itu sendiri,” kata Prof Wahyudi, Rabu (05/11/2025).
Permasalahan lain datang dari kesiapan sumber daya dosen dan infrastruktur digital. Beberapa kampus, terutama di wilayah 3T, masih menghadapi keterbatasan dalam pemanfaatan sistem akademik untuk memantau capaian pembelajaran secara terukur.














