Sementara itu, lembaga pengawas eksternal seperti BPK dan BPKP pun tak lepas dari persoalan integritas dan keterbatasan kewenangan.
“BPK itu seharusnya tajam, tapi dalam praktiknya sering tumpul ke atas, tajam ke bawah. Audit bisa diatur. Jadi, baik pengawasan internal maupun eksternal sama-sama kurang bergigi,” ujarnya kritis.
Kondisi ini, lanjutnya, membuat Operasi Tangkap Tangan (OTT) terus berulang dengan modus yang sama, mulai dari jual beli jabatan hingga pengadaan barang.
“Saya cemas. Ini hanya soal waktu. Yakin saya, sebentar lagi ada lagi kepala daerah kena OTT. Data saya, sudah ada 462 kepala daerah terjerat kasus hukum,” ungkapnya.
Pejabat Murahan
Djohermansyah mengungkapkan bahwa rekrutmen politik yang berbiaya tinggi tidak hanya terjadi di tingkat kepala daerah, tetapi juga di legislatif.
“Mau jadi calon legislatif sekarang butuh miliaran rupiah. Jadi DPRD, DPR, semua butuh ongkos politik yang mahal. Akibatnya, begitu duduk, mereka berpikir mengembalikan modal, bukan memperjuangkan rakyat,” tegasnya.
Ia menilai, akar masalah ini hanya bisa diputus dengan reformasi total sistem politik dan pemerintahan, bukan sekadar menambal undang-undang.














