JAKARTA, HARIANHALUAN.ID– Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mulyadi menekankan pentingnya memperkuat meaningful participation atau partisipasi bermakna dari seluruh pemangku kepentingan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Saya melihat memang ada urgensi yang cukup mendesak untuk dilakukan pengaturan kembali. Terjadi perbedaan persepsi bahkan perselisihan di antara para pihak, mulai dari pencipta, penyanyi, hingga lembaga penagih royalti. Hal ini menunjukkan bahwa aturan yang ada masih belum jelas,” ujar Mulyadi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama VNT Networks, Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI), serta Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Politisi Fraksi Partai Demokrat ini menilai bahwa perbedaan pandangan antar stakeholder tersebut dapat menimbulkan multitafsir terhadap pelaksanaan hak cipta, bahkan berpotensi memunculkan persoalan hukum di kemudian hari. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya memperdalam kembali partisipasi seluruh pihak sebelum merumuskan RUU tersebut.
“Partisipasi bermakna ini penting supaya dalam penyusunan RUU nanti tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Jangan sampai masyarakat di lapangan pun menjadi ragu untuk berkreasi, misalnya saat ingin menyanyikan lagu di acara desa karena takut ditagih royalti,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mulyadi menyoroti masih adanya ketidakselarasan dan saling curiga di antara lembaga dan pelaku industri musik dalam hal pengelolaan royalti. Ia menilai Baleg memiliki peran penting untuk menyatukan persepsi agar aturan yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.
“Jangan sampai antar-lembaga saling mencurigai. Fungsi kita di Baleg adalah untuk menyatukan dan menyamakan persepsi mereka agar regulasi yang dihasilkan nanti betul-betul bisa menyelesaikan persoalan yang nyata di lapangan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa pembahasan RUU Hak Cipta sebaiknya difokuskan terlebih dahulu pada hal-hal yang bersifat mendasar sebelum masuk pada aspek teknis seperti sistem teknologi pengelolaan royalti.
“Persoalan mendasar harus kita perjelas dulu, apa yang menjadi inti masalahnya di lapangan. Kalau kita langsung lompat ke teknologi tanpa menyelesaikan akar persoalan, nanti undang-undang yang dihasilkan justru tidak menyelesaikan masalah,” tutup Mulyadi. (*)














