Ia menambahkan bahwa nama daerah memiliki pengaruh besar terhadap identitas sosial masyarakat. Nama yang kuat dan berakar pada sejarah lokal mampu menumbuhkan rasa memiliki, kebanggaan, serta semangat kolektif dalam membangun daerah.
Ia mencontohkan perubahan nama yang dilakukan beberapa daerah di Indonesia untuk mempertegas identitas, seperti Kabupaten Jayawijaya menjadi Kabupaten Wamena, serta Kutai yang kemudian berubah menjadi Kutai Kartanegara.
Lebih jauh, Hidayatul menilai bahwa nama Ranah Pasisia juga memiliki nilai strategis dalam pembangunan daerah, terutama sektor pariwisata dan kebudayaan. Citra Ranah Pasisia diyakininya dapat memperkuat promosi daerah sebagai destinasi wisata bahari dan budaya yang khas, termasuk kawasan wisata Carocok, Pulau Cingkuak, hingga pesona Mandeh.
“Nama ini bukan sekadar simbol. Ini adalah sarana membangun citra baru sekaligus membangkitkan kebanggaan generasi muda terhadap akar budaya mereka,” katanya.
Hidayatul berharap gagasan ini dapat disikapi sebagai wacana konstruktif dan menjadi bahan diskusi publik yang melibatkan tokoh adat, akademisi, sejarawan, serta seluruh lapisan masyarakat sebelum diambil keputusan apa pun.
“Kita ingin perubahan ini menjadi gerakan kebudayaan, bukan sekadar keputusan administratif. Kabupaten Ranah Pasisia dapat menjadi simbol kebangkitan masyarakat pesisir yang kuat, berakar pada sejarah, dan bangga dengan identitasnya,” pungkasnya. (*)














