PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyindir persoalan klasik sulitnya pembebasan lahan yang kerap menghambat pembangunan di banyak daerah, termasuk Sumatra Barat. Sindiran itu ia sampaikan saat membuka kegiatan Konferensi Wakaf Internasional di Hotel Truntum Padang, Sabtu (15/11).
Di hadapan para tokoh wakaf, akademisi, ulama, dan pemangku kebijakan, Muzani menegaskan bahwa umat Islam memiliki sistem keuangan syariah yang sangat kaya, mulai dari zakat, infak, sedekah, hingga wakaf.
Namun, seluruh potensi itu belum dikelola secara optimal karena rendahnya kesadaran dan lemahnya sistem pengelolaan.
“Gubernur Sumbar kebingungan pembebasan lahan. Kenapa tidak ada kesadaran bahwa mewakafkan tanah untuk kepentingan umum juga bagian dari ibadah wakaf?” ujar Muzani.
Menurutnya, jika kesadaran kolektif terkait wakaf benar-benar tumbuh, maka berbagai persoalan krusial seperti sulitnya pembebasan lahan untuk pembangunan jalan, irigasi, fasilitas pendidikan, dan layanan publik lainnya tidak perlu lagi menjadi polemik berkepanjangan.
Muzani menilai masyarakat masih memaknai wakaf secara sempit dan tradisional sekadar pemberian tanah untuk pembangunan sekolah, masjid, atau pesantren. Padahal secara prinsip, wakaf merupakan hibah abadi untuk kepentingan umum, yang cakupannya sangat luas.
“Pemahaman wakaf di masyarakat masih rendah. Padahal dana umat itu besar. Banyak rekening dorman, uangnya ada tapi pemiliknya sudah tidak ada. Kenapa tidak dipikirkan untuk diwakafkan demi kemaslahatan rakyat?” ujarnya.
Ia menyorot betapa besarnya potensi ekonomi umat yang mengendap tanpa fungsi sosial karena tidak ada edukasi dan gerakan besar yang menyadarkan masyarakat.
Selain rendahnya pemahaman publik, Muzani juga menilai lemahnya lembaga pengelola wakaf menjadi masalah lain yang menghambat perkembangan wakaf di Indonesia.
“Kesadaran umat ada. Tetapi lembaga pengelola wakaf belum jelas, belum ada yang benar-benar dipercaya. Regulasi wakaf pun masih lemah.”
Ia menyebut Undang-Undang Wakaf masih perlu diperkuat dan diperjelas agar lembaga pengelola wakaf dapat bekerja lebih profesional, akuntabel, dan sesuai standar ekonomi modern.
Muzani menegaskan bahwa Sumatra Barat, sebagai daerah yang kuat secara budaya, keagamaan, dan tradisi filantropi, seharusnya bisa menjadi pelopor gerakan wakaf modern di Indonesia.
“Sumbar harus jadi yang terdepan. Jika masyarakat ingin wakaf tanah untuk pembangunan jalan atau irigasi, apakah pemerintah daerah sudah memungkinkan itu? Apakah regulasinya sudah ada?” tanya Muzani.
Ia memastikan akan mendorong DPR agar memperkuat regulasi wakaf nasional sehingga potensi wakaf bisa menjadi sumber kesejahteraan umat, penyokong pembangunan daerah, dan penopang ekonomi nasional.
Muzani berharap konferensi ini menjadi titik penting kebangkitan kesadaran wakaf di Indonesia. Menurutnya, dengan 85 persen penduduk Indonesia beragama Islam, wakaf dapat menjadi fondasi ekonomi umat yang mendorong kemajuan dan optimisme bangsa.
“Pundi-pundi keuangan umat bisa menjadi sumber kesejahteraan, sumber pembangunan, bahkan kekuatan ekonomi baru. Kesadaran kolektif tentang wakaf harus terus dipompa,” ucapnya
Konferensi Wakaf Internasional 2025 kali ini diselenggarakan di Sumatra Barat. Bertepatan dengan peringatan 80 tahun Hari Jadi Sumatra Barat serta 100 tahun berdirinya pondok modern Darussalam Gontor.
Forum ini pun diharapkan melahirkan rumusan gerakan nasional wakaf yang modern, profesional, dan terintegrasi antara umat, lembaga pengelola, serta pemerintah daerah maupun pusat. (*)














