PASAMAN, HARIANHALUAN.ID — Delapan Kohai Dojo Inkado Bhayangkara Polres Pasaman dipastikan tidak dapat mengikuti Kejuaraan Karate Terbuka Piala Wali Kota Padang Tahun 2025 yang berlangsung di GOR Universitas Negeri Padang (UNP) pada 13–16 November 2025 kemaren. Keikutsertaan mereka terhenti setelah adanya gugatan dari Dojo Inkanas Pasaman.
Pelatih Dojo Inkado Bhayangkara, AKP Tirto Edhi P., S.H., M.M., didampingi Agung Putra Pratama, S.H., membenarkan informasi tersebut saat dikonfirmasi awak media,senin (17/11/2025). Mereka menyampaikan bahwa delapan kohai yang sedianya bertanding terpaksa ditarik karena adanya keberatan resmi dari Inkanas Pasaman, yang menyebutkan bahwa para atlet itu masih tercatat sebagai anggota lama di Inkanas.
Gugatan tersebut menyatakan bahwa delapan kohai merupakan mantan atlet Dojo Inkanas Pasaman yang dinilai belum sepenuhnya menyelesaikan proses perpindahan ke perguruan baru. Hal inilah yang dijadikan dasar pelarangan mereka mengikuti pertandingan, meski pihak Inkado menilai proses perpindahan sudah dilakukan sebagaimana mestinya.
Namun, para orang tua justru menyayangkan tindakan Inkanas Pasaman. Salah seorang orang tua kohai, Ekie Noprismond, menyampaikan rasa kecewanya lantaran kedua anaknya yang baru pertama kali mengikuti Iven karate langsung menjadi korban pencekalan.
“Yang lebih menyakitkan, anak-anak saya hanya mengikuti kelas festival—kelas paling dasar untuk pembinaan. Bagaimana mungkin kategori pembinaan malah dijadikan objek gugatan?” ujarnya.
Ekie menambahkan bahwa festival merupakan wadah bagi anak-anak untuk melatih mental dan percaya diri, bukan ajang berebut prestasi. Bahkan salah satu pengurus FORKI Sumbar yang ia hubungi mengaku heran mengapa kelas festival sampai ikut digugat, padahal seluruh peserta di kelas ini tetap mendapat medali sebagai bentuk apresiasi dari panitia.
Kekecewaan tersebut semakin dalam ketika melihat sikap Pengda Inkanas Provinsi Sumatera Barat yang menurutnya kurang objektif dalam mengeluarkan surat gugatan. Ia menilai keputusan tersebut diambil tanpa mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan serta tanpa mendengarkan penjelasan dari pihak Inkado maupun orang tua atlet.
Anak-anak yang dicekal pun belum pernah mewakili perguruan mana pun dalam pertandingan resmi. Mereka baru belajar mengenal atmosfer kompetisi, tetapi langkah awal mereka justru terhenti akibat persoalan administrasi dan konflik internal antarperguruan.
Ekie memahami bahwa Pasal 7 AD/ART FORKI Sumatera Barat mengatur mengenai perpindahan atlet, namun menurutnya penerapan aturan semestinya menyesuaikan kategori usia dan level kompetisi. “Tidak seharusnya anak-anak di kelas festival diperlakukan sama seperti atlet senior yang sudah aktif di kompetisi resmi,” tegasnya.
Sebagai orang tua, mereka berharap Pengda Inkanas Provinsi Sumatera Barat dapat bersikap lebih bijak dan objektif dalam menanggapi persoalan ini. Mereka menekankan bahwa dunia olahraga seharusnya menjadi tempat menumbuhkan karakter, bukan tempat anak-anak menanggung beban konflik organisasi.
“Kami akan terus mengawal dan menyuarakan persoalan ini hingga mendapatkan penyelesaian yang adil. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar pembinaan dan masa depan anak-anak tidak dikorbankan,” tutup Ekie. (*)














