Monsun Asia atau angin muson adalah pola angin musiman yang bergerak dari wilayah daratan benua Asia menuju Samudera Hindia ketika memasuki musim basah. Pada fase menguat seperti saat ini, monsun membawa suplai udara lembap dalam jumlah signifikan dari Samudera Hindia ke Indonesia, termasuk Sumbar.
Ketika masa udara yang kaya uap air ini bertemu dengan topografi Bukit Barisan, terjadi proses pengangkatan udara (orographic lifting) yang memicu pembentukan awan hujan dengan intensitas tinggi.
Menurut BMKG, fenomena ini semakin diperkuat oleh kondisi atmosfer global yang terjadi bersamaan. Indian Ocean Dipole (IOD) negatif, aktivitas gelombang Rossby Ekuatorial, dan anomali suhu muka laut yang hangat menciptakan lingkungan atmosfer yang sangat mendukung pertumbuhan awan konvektif. Kombinasi faktor tersebut memperbesar peluang terjadinya hujan lebat, petir, angin kencang, hingga kejadian hidrometeorologi ekstrem.
Kepala Stasiun Meteorologi Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan mengatakan, dinamika atmosfer ini bukan sekadar variasi cuaca harian, melainkan pola musim yang memengaruhi kawasan dalam skala luas.
Kondisi tersebut berkaitan dengan cuaca buruk yang terjadi belakangan ini di Sumbar, termasuk hujan intens yang menyebabkan genangan, banjir lokal, dan jalan licin di beberapa titik. “Peluang bencana hidrometeorologi meningkat seiring peningkatan pertumbuhan awan hujan. Potensi kejadian seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, serta petir perlu diwaspadai,” katanya.
BMKG, katanya, menetapkan sejumlah wilayah sebagai area dengan risiko tinggi, yaitu Padang Pariaman, Pariaman, Padang, Pesisir Selatan, Sijunjung, Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Solok, Dharmasraya, Solok Selatan, dan Limapuluh Kota. “Karakteristik geografis seperti lereng terjal, aliran sungai berhulu di pegunungan, dan daerah pesisir meningkatkan kerentanan saat intensitas hujan meningkat,” kata Desindra.














