Penulis : Rizka Melina Ramadhani A, S. Psi
Kehilangan ibu bagi setiap anak merupakan sebuah pengalaman emosional yang sangat berat. Namun, bagi anak perempuan Minangkabau, dampaknya jauh melampaui aspek personal karena ibu bukan hanya orang tua, tetapi juga figur utama dalam struktur sosial matrilineal.
Dalam budaya Minangkabau, perempuan, terutama ibu, dianggap sebagai pusat garis keturunan, penjaga nilai adat, penjaga rumah gadang, dan pemegang otoritas domestik dan simbolik (Husna & Wahyuni, 2024). Artinya, ketika seorang anak perempuan Minang kehilangan ibunya, mereka tidak hanya kehilangan ikatan emosional tetapi juga kehilangan figur yang bertanggung jawab untuk menjaga identitas budaya mereka.
Kompleksitas inilah yang membuat pengalaman psikologis mereka unik dan berubah-ubah.
Kedekatan Ibu dan Anak sebagai Basis Identitas Emosional
Penelitian psikologi suku Minang menjelaskan kedekatan antara ibu dan anak dalam masyarakat Minang tidak hanya sebagai ikatan yang biologis tetapi juga kultural. Ibu menjadi pusat pembelajaran nilai, bahasa, adat, dan tanggung jawab dalam keluarga (Kurnia Sandra et al., 2023). Karena sistem matrilineal memberikan posisi penting kepada perempuan, anak perempuan cenderung tumbuh dengan harapan sosial tertentu yang diarahkan langsung oleh ibu.
Ketika ibu meninggal, struktur emosional yang menjadi pijakan mereka terputus secara tiba-tiba. Kesedihan menjadi lebih dalam karena kedekatan ini. Anak perempuan mengalami kesedihan yang sangat parah, kehilangan rasa aman, dan perasaan kosong yang sulit dijelaskan.
Anak-anak yang mengalami kehilangan serupa sering mengalami reaksi duka seperti kesedihan, mimpi buruk, penolakan terhadap kenyataan, dan keinginan untuk mengembalikan keadaan. Kehilangan orang yang dianggap sebagai tempat tinggal secara emosional pada remaja menyebabkan perasaan terlantar dan sunyi yang mendalam (Anwar & Nur, 2023).
Ketidakstabilan Emosional: Attachment dan Dampak Psikologis
Teori attachment berpendapat bahwa hubungan aman dengan ibu menciptakan dasar untuk regulasi emosi, rasa percaya, dan kemampuan menghadapi stres. Ketika figur ini hilang, tanggapan mental anak perempuan menjadi lebih kompleks.
Studi tentang kesedihan pada remaja menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan yang kuat dengan orang tua mereka yang meninggal cenderung mengalami lebih banyak kesedihan, perasaan bersalah, dan pikiran yang mengganggu tentang kematian (Anwar & Nur, 2023).
Dalam kasus anak perempuan Minangkabau, kehilangan ini diperparah oleh fakta bahwa ibu adalah sumber utama pemaknaan sosial mereka. Akibatnya, mereka kesulitan memahami perubahan besar yang terjadi dalam hidupnya.
Di dalam struktur keluarga matrilineal, beberapa anak mengalami ketakutan, kehilangan emosi, bahkan kecemasan tentang masa depan mereka. Proses duka yang dialami termasuk reaksi seperti menarik diri, mudah tersinggung, dan kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari.
Pergeseran Peran dan Beban Baru sebagai Perempuan Minangkabau
Dalam sistem matrilineal, Perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga harta pusaka, menjaga keluarga besar, dan meneruskan garis keturunan dalam sistem matrilineal.
Ketika ibu meninggal, anak perempuan, bahkan ketika mereka masih dalam tahap perkembangan psikologis yang belum matang, berpotensi menerima sebagian dari tanggung jawab tersebut.
Studi mengenai peran gender dalam keluarga perantau Minang menunjukkan bahwa perempuan sering kali menghadapi beban sosial yang lebih besar dibandingkan laki-laki, seperti pekerjaan rumah, pengasuhan, dan tuntutan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya (Husna & Wahyuni, 2024).
Anak perempuan yang kehilangan ibu mungkin cepat dewasa karena mereka harus mengambil peran ibu, mengurus rumah, dan bahkan berpartisipasi dalam upacara adat.
Kondisi ini menimbulkan tekanan psikologis seperti kelelahan emosional, konflik peran, dan perasaan tidak siap. Anak perempuan mengalami ketegangan antara tuntutan sosial untuk “menggantikan” peran ibu dalam keluarga dan kebutuhan pribadinya untuk berduka.
Krisis Identitas dalam Bingkai Budaya Matrilineal
Identitas perempuan Minangkabau dibentuk melalui proses pembelajaran yang panjang tentang nilai-nilai adat yang sebagian besar diturunkan oleh ibu dan kerabat perempuan mereka. Mereka dididik tentang fungsi wanita sebagai penjaga rumah gadang, representasi kesabaran, dan sumber keharmonisan keluarga.
Proses pembentukan identitas dapat terganggu oleh kematian ibu.
Studi nilai matrilineal menunjukkan bahwa perempuan Minang memiliki posisi simbolik sebagai penjaga adat. Akibatnya, kehilangan figur yang menunjukkan tanggung jawab ini menyebabkan kebingungan identitas dan ketidakpastian tentang masa depan (Dewi & Indarti, 2023).
Anak perempuan sering mempertanyakan kemampuan mereka untuk mengambil peran budaya yang diwariskan ibu mereka. Pertanyaan seperti ini dapat menyebabkan stres dan perasaan tidak berharga.
Selain itu, pergeseran nilai matrilineal yang terjadi di masyarakat modern (Bahardur & Afrinda, 2023) membuat anak perempuan merasa tidak aman karena mereka tidak memiliki ibu sebagai pembimbing utama. Mereka harus mengatasi dunia adat dengan pemahaman yang tidak lengkap, yang dapat menyebabkan kecemasan.
Sumber Resiliensi: Peran Keluarga Besar dan Dukungan Sosial
Meskipun kehilangan ibu memberikan dampak yang besar, struktur keluarga luas Minangkabau dapat memberikan dukungan signifikan bagi anak perempuan. Niniak mamak, bundo kanduang lainnya, dan saudara perempuan ibu sering kali membantu, memberi nasihat, atau berbagi cerita.
Dalam beberapa kasus, kerabat membantu anak perempuan bangkit dari duka. Penelitian mengenai self-healing pada remaja yang kehilangan orang tua menunjukkan bahwa kemampuan berbagi perasaan, membangun makna baru, serta keterlibatan dalam aktivitas sosial atau budaya dapat membantu mengurangi beban emosional (Nurriyana & Savira, 2021).
Namun, dinamika keluarga tidak selalu berjalan mulus. Konflik dapat terjadi karena ekspektasi adat yang terlalu tinggi atau perbedaan gaya pengasuhan, yang justru meningkatkan tekanan psikologis anak perempuan.
Kesimpulan
Pengalaman psikologis anak perempuan Minangkabau setelah kehilangan ibu terdiri dari kesedihan pribadi, kehancuran identitas budaya, dan tekanan sosial yang disebabkan oleh perubahan peran. Namun, mereka juga memiliki peluang besar untuk pulih karena dukungan keluarga besar, nilai-nilai budaya yang mengajarkan kebersamaan, dan kemampuan internal mereka untuk mengidentifikasi apa yang terjadi ketika mereka sedih. (*)










