Fikri menekankan bahwa kejadian ini bukan sekadar kerusakan fisik bangunan, tetapi peringatan keras bagi pihak kampus untuk memperkuat manajemen kebencanaan.
“Keselamatan jangan hanya dibicarakan setelah bencana terjadi. Kampus harus memastikan perlindungan sebelum ancaman muncul,” katanya.
Dalam pemantauannya, Fikri secara spesifik menyoroti beberapa langkah yang menurutnya harus segera diambil pihak kampus, antara lain stabilisasi tebing dan lereng di area kritis belakang gedung, audit struktur bangunan yang posisinya dekat perbukitan dan alur air, pemetaan ulang zona merah dan zona aman kampus, pemasangan sistem peringatan dini pergerakan tanah, dan transparansi informasi risiko kepada mahasiswa.
Menurutnya, mahasiswa tidak boleh menjadi pihak yang “baru tahu setelah kejadian”.
“Mahasiswa berhak mengetahui kondisi kampus secara apa adanya. Pihak kampus tidak boleh menyembunyikan risiko,” tuturnya.
Sebelumnya, BPBD Kota Padang menerjunkan tim untuk melakukan asesmen awal terhadap struktur bangunan terdampak. Pemeriksaan dilakukan pada tingkat kemiringan, pondasi, serta potensi pergerakan tanah lanjutan. Material longsor juga mulai dibersihkan untuk membuka akses.
Hingga kini penilaian lanjutan masih berlangsung guna menentukan apakah Gedung FEBI dapat digunakan kembali atau harus dikosongkan sementara waktu. (*)














