PEKANBARU, HARIANHALUAN.ID –Ir. Ulul Azmi, ST., M.Si., CST., IPM., ASEAN Eng, Praktisi Keselamatan , Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Pemerhati Keselamatan Publik, menyampaikan duka cita yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam rangkaian bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda berbagai wilayah di Pulau Sumatera. Setiap nyawa yang hilang adalah tragedi kemanusiaan yang meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan masyarakat. Korban bukan sekadar angka statistik, melainkan manusia dengan harapan, masa depan, dan tanggung jawab kehidupan yang terhenti akibat bencana yang seharusnya dapat dicegah, ungkapnya kepada harianhaluan,Jumat (28/11/2025)
Banjir bandang dan tanah longsor tersebut mulai terjadi sejak Selasa, 24 November 2025, dan hingga hari ini masih terus berlangsung di berbagai daerah di Sumatera, termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Rentetan kejadian ini memperlihatkan bahwa krisis yang terjadi bukan peristiwa sesaat, melainkan bencana ekologis yang sedang berlangsung dan berpotensi meluas apabila tidak ditangani secara serius dan menyeluruh.
Pola kejadian di lapangan menunjukkan karakteristik yang sama, yaitu derasnya aliran air yang membawa kayu gelondongan, batu, dan material lumpur dalam jumlah besar. Fakta ini menjadi indikator kuat telah terjadinya kerusakan parah pada kawasan hulu sungai dan daerah tangkapan air yang kehilangan fungsi alaminya sebagai penyerap air dan penyangga ekosistem.
Bencana ini tidak dapat lagi dipahami semata sebagai bencana alam. Menurut Ir. Ulul Azmi, ini adalah akibat akumulatif dari kerusakan lingkungan dalam jangka panjang. Sungai telah digerus oleh aktivitas pertambangan ilegal, sementara hutan digunduli melalui praktik ilegal logging yang merusak struktur tanah dan keseimbangan alam. Pelakunya memang hanya segelintir, namun korbannya adalah seluruh rakyat. Ketika daya dukung lingkungan runtuh, banjir bandang dan longsor menjadi konsekuensi yang tidak terelakkan, dan generasi mendatang dipaksa mewarisi kehancuran ekologis akibat pembiaran hari ini.
Sebagai Praktisi K3L dan Pemerhati Keselamatan Publik, Ir. Ulul Azmi menegaskan sudah saatnya berhenti menyalahkan langit ketika hujan turun. Yang harus dikoreksi adalah kondisi bumi yang tidak lagi mampu meresapkan air karena hutan telah dirusak dan sungai dieksploitasi secara ilegal. Hujan adalah rahmat, namun ketika keseimbangan alam diabaikan, air justru berubah menjadi ancaman serius bagi keselamatan manusia.
Rangkaian bencana sejak 24 November 2025 ini harus menjadi momentum refleksi bersama. Apa yang terjadi hari ini merupakan cerminan sikap abai terhadap lingkungan selama bertahun-tahun, ketika kepentingan jangka pendek mengalahkan keberlanjutan dan pembiaran dibiarkan mengalahkan tanggung jawab. Ini bukan sekadar persoalan ekologis, melainkan persoalan keselamatan publik dan kegagalan dalam melindungi kehidupan masyarakat.
Perlindungan lingkungan harus ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem keselamatan publik dan tanggung jawab antargenerasi. Mari berubah dan berbenah sekarang, sebelum penyesalan datang di kemudian hari dengan dampak yang jauh lebih parah dan korban yang lebih besar. Alam tidak pernah menuntut balas, tetapi selalu memberi peringatan dan hari ini, peringatan itu sudah nyata dirasakan di berbagai daerah di Sumatera.(*)














