Penulis : Putri Andam Sari, S.Psi
Banjir yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara dan terutama Sumatera Barat datang begitu cepat. Menenggelamkan halaman rumah hingga ruang-ruang belajar yang biasanya dipenuhi suara murid. Dalam sekejap, sekolah seolah kehilangan napasnya. Buku-buku basah, meja hanyut, dan banyak pelajar terpaksa mengungsi tanpa tahu kapan mereka dapat kembali bersekolah.
Di tengah genangan yang merayap naik itu, belajar terasa seperti sesuatu yang kian menjauh. Namun pengalaman pandemi menunjukkan bahwa proses belajar tidak harus berhenti ketika ruang fisik tidak dapat digunakan.
Sebuah tinjauan sistematis internasional yang dipimpin oleh Mutalib pada tahun 2022 menunjukkan bahwa pembelajaran daring tetap bisa dilakukan, bahkan dapat meningkatkan performa akademik dan kemandirian belajar.
Senada dengan itu, Pemerintah Kota Padang sendiri mengeluarkan edaran darurat yang meliburkan pembelajaran tatap muka dan mengalihkannya sementara menjadi kelas daring dari rumah.
Pada kondisi seperti ini, pembelajaran digital bukan hanya alternatif, tetapi cara untuk menjaga ritme berpikir tetap hidup. Melalui Zoom, Google meet dan platform kelas virtual lainnya, siswa tetap bisa mengikuti pelajaran. Tidak hanya sekedar belajar tatap muka online, sistem belajar daring juga memberikan umpan balik otomatis seperti informasi kemajuan belajar atau pesan penyemangat yang membantu mereka merasa mampu dan tetap percaya diri.
Dalam kerangka Social Cognitive Bandura, belajar terjadi melalui pengamatan, interaksi sosial, dan keyakinan diri.
Ketika video pembelajaran, diskusi daring dan dukungan guru tetap hadir.
Ketiga proses Social Cognitive Bandura tetap bekerja meski para pelajar bukan berada di ruang kelas.
Interaksi seperti ini memperkuat efikasi diri dan membantu siswa mengatur fokus serta strategi belajar mereka sendiri, kemampuan ini dikenal sebagai self regulated learning.
Di tengah bencana, komunikasi daring dengan guru dan teman juga menjadi penguat psikis, karena mereka tetap merasa terhubung dan tidak belajar seorang diri.
Upaya mempertahankan proses belajar di tengah keadaan yang berubah cepat menunjukkan keteguhan para pencari ilmu.
Dalam filsafat Yunani awal, Herakleitos menekankan bahwa perubahan adalah bagian dasar dari dunia, dan di tengah perubahan itulah manusia berusaha mencari keteraturan dan pemahaman.
Nilai keteguhan menghadapi keadaan yang tidak pasti ini juga hidup dalam pemikiran Tan Malaka, putra Minang yang memandang pendidikan sebagai landasan kecerdasan dan keberanian manusia.
Banjir dapat merusak ruang kelas, tetapi tidak dapat memadamkan tekad pelajar untuk terus tumbuh.
Selama semangat belajar terjaga, arus pengetahuan akan selalu menemukan jalannya. (*)










