PADANG, HARIANHALUAN.ID — Dampak bencana galodo yang melanda Sumatera Barat sejak akhir November terus menampakkan skala kerusakan yang semakin luas.
Tidak hanya memutus akses jalan dan melumpuhkan ribuan rumah, sektor peternakan Sumbar kini mencatat kerugian besar hingga mencapai Rp 3,687 miliar, khususnya pada subsektor ayam broiler dan ayam petelur.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Barat, Sukarli, mengatakan kerusakan yang terjadi di lapangan menunjukkan betapa kerasnya hantaman banjir bandang tahun ini. Ribuan ayam mati, hanyut, atau terendam, sementara banyak kandang hancur total.
“Kerusakan ini cukup parah. Banyak peternak kehilangan seluruh populasi ayam mereka dalam hitungan jam. Ada yang kandangnya hanyut, ada yang terendam penuh. Ini pukulan berat terutama bagi peternak kecil yang hanya mengandalkan satu atau dua kandang,” ujarnya kepada Haluan pada Senin (1/12/2025).
Kerugian terbesar tercatat di Palembayan, Kabupaten Agam, di mana 5.000 ayam petelur beserta kandangnya hanyut diterjang arus deras. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 1 miliar dan dua peternak terdampak langsung.
Di Kayu Tanam, Padang Pariaman, kandang kapasitas 14.000 ekor rusak parah dan seluruh populasi ayam mati, menyebabkan kerugian sekitar Rp 750 juta.
Di Kota Padang, sebuah kandang berkapasitas 10.000 ekor di Gunung Nago hilang tersapu air bah dengan nilai kerugian Rp 500 juta. Masih di Padang, kawasan Lubuk Minturun mencatat kehilangan 45.000 ayam umur 11 hari, juga dengan nilai kerugian sekitar Rp 500 juta.
Kerusakan serupa terjadi di wilayah Padang Pariaman. Di Lubuk Alung, kandang kapasitas 8.000 ekor terendam banjir dengan nilai kerugian sekitar Rp 500 juta.
Sementara di Sunua, sebanyak 8.500 ayam berbobot 1 kilogram terendam dengan taksiran kerugian Rp 187 juta, berdasarkan harga ayam Rp 22.000 per ekor. Di Simpang Lintas Lubuk Alung, sekitar 5.300 ayam juga terendam, dengan kerugian sekitar Rp 250 juta.
Sukarli menegaskan bahwa angka ini masih bersifat sementara dan kemungkinan bertambah seiring proses pendataan lanjutan di daerah-daerah yang aksesnya masih terputus.
Ia menambahkan bahwa pihaknya tengah merumuskan langkah pemulihan, mulai dari dukungan pakan, bibit unggas, hingga rehabilitasi kandang bagi peternak terdampak.
“Kami sedang menjalin koordinasi dengan pemerintah provinsi, kabupaten/kota hingga kementerian. Peternak tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhenti berproduksi. Sektor ini adalah penopang kebutuhan protein masyarakat Sumbar,” ujarnya.
Bencana galodo ini menjadi salah satu hantaman terbesar terhadap sektor peternakan di Sumatera Barat dalam lima tahun terakhir, meninggalkan beban ekonomi dan pemulihan jangka panjang bagi daerah. (*)














