BUKITTINGGI,HALUAN— Kota Bukittinggi kini berada dalam kondisi darurat sampah setelah akses menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin, Padang, terputus total akibat galodo yang menghancurkan ruas jalan Silaiang pada 27 November lalu.
Sejak saat itu, seluruh operasional pembuangan sampah kota berhenti total, meninggalkan tumpukan yang terus membesar di permukiman dan di atas bak-bak armada pengangkut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi, Aldiasnur, menyebut situasi yang dihadapi kota wisata itu “sangat mengkhawatirkan” karena sistem pengelolaan sampah kini hanya mampu bekerja 20 persen dari kapasitas normal.
“Selebihnya 80 persen sampah menumpuk, baik di lingkungan warga maupun di atas puluhan truk dan motor pengangkut. Ini bukan lagi sekadar persoalan kebersihan, tetapi sudah mengancam sanitasi publik,” ujarnya kepada Haluan Senin (2/12/2025).
Menurut Aldiasnur, DLH Bukittinggi masih berupaya memaksimalkan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang ada. Namun kapasitas instalasi itu terbatas. Sampah yang bisa ditangani hanya yang dapat diolah menjadi kompos, pakan maggot, atau bahan bakar alternatif RDF. Sisanya benar-benar tidak tertangani karena jalur pembuangan ke TPA Air Dingin masih tertutup total.
“Armada pengangkut sudah tidak bisa bergerak ke luar kota. Semua jalur resmi ke TPA Padang terputus akibat bencana. Sementara timbunan sampah harian Bukittinggi cukup besar. Kalau kondisi ini berlangsung lebih lama, risiko kesehatan masyarakat ikut meningkat,” katanya.
Untuk mencegah krisis sanitasi yang lebih serius, Pemko Bukittinggi telah mengajukan diskresi pengoperasian sementara TPA Regional Payakumbuh kepada kementerian terkait.
Menurut Aldiasnur, langkah itu menjadi satu-satunya solusi tercepat untuk mencegah volume sampah kota membesar tidak terkendali.
“Kami sangat berharap persetujuan diskresi segera turun. Situasi tanggap darurat seperti sekarang membutuhkan keputusan cepat. Kebersihan lingkungan adalah faktor penting dalam mencegah penyakit, apalagi saat Sumbar sedang dilanda bencana besar,” tegasnya.
Aldiasnur menambahkan bahwa penumpukan sampah tidak hanya berdampak pada kesehatan warga, tetapi juga berpotensi memicu gangguan baru seperti bau menyengat, perkembangbiakan lalat, hingga pencemaran air permukaan.
Kondisi ini, menurutnya, sangat berbahaya di tengah upaya pemulihan Bukittinggi dari dampak cuaca ekstrem.
Hingga berita ini diturunkan, Pemko Bukittinggi masih menunggu keputusan pemerintah pusat sembari menyiapkan langkah darurat agar penanganan sampah tetap dapat berjalan meski terbatas. (*)














