PASAMAN BARAT, HARIAN HALUAN.ID– Di tengah pekatnya malam dan dinginnya udara pasca-banjir, sebuah rumah di Kecamatan Talamau menjadi satu-satunya pelita harapan. Bukan gedung megah pemerintah, melainkan kediaman pribadi Anggota DPRD Pasaman Barat, Nirlam yang kini disesaki oleh 150 warga yang kehilangan segalanya. Senin (1/12/2025).
Sudah delapan hari Talamau “mati suri”. Listrik padam total, air bersih menjadi barang mewah, dan akses jalan utama terputus total akibat longsor, mengisolasi ribuan warga dari dunia luar. Di rumah Nirlam, krisis kemanusiaan ini terasa begitu nyata.
Di balik dinding rumah itu, ratusan pengungsi tidur berdesakan. Mereka bukan sekadar angka statistik bencana, mereka adalah lansia yang menggigil kedinginan tanpa selimut yang layak, dan anak-anak yang mulai rentan terserang penyakit karena minimnya asupan gizi.
Nirlam selaku anggota DPRD kabupaten Pasbar dari partai PAN, membuka pintu rumahnya selebar mungkin, menggambarkan situasi ini bukan lagi sebagai “kondisi sulit”, melainkan sebuah perjuangan bertahan hidup.
“Warga kami menjerit dalam diam. Sudah delapan hari tanpa listrik, persediaan makanan menipis, dan kami terisolasi. Anak-anak dan orang tua menjadi yang paling menderita. Kami bertahan dengan apa yang ada, berbagi sisa beras dan air, tapi sampai kapan kami kuat tanpa bantuan,” ungkap Nirlam dengan sedih saat dihubungi wartawan pada Senin, (1/12/2025).
Rumah tersebut telah berubah fungsi menjadi benteng terakhir. Di sini, semangat “badunsanak” (persaudaraan) diuji. Warga yang datang hanya membawa baju di badan saling menguatkan. Namun, solidaritas saja tidak cukup untuk mengisi perut yang lapar.
Keterbatasan logistik kini menjadi ancaman nyata. Tanpa pasokan sembako dan obat-obatan yang memadai, posko mandiri ini berada di ambang krisis. Nirlam dan para relawan bekerja keras mengatur jatah makan dan air yang sangat terbatas, namun stok yang ada tidak akan bertahan selamanya.
Kondisi medan yang sulit memang menjadi alasan klasik terhambatnya bantuan. Namun, bagi 150 orang yang tertahan di rumah Nirlam, alasan tersebut tidak bisa dimakan. Situasi ini menuntut langkah luar biasa dari Pemerintah Daerah Pasaman Barat.
Anggota DPRD Pasbar itu menjelaskan, akses jalan yang putus tidak boleh menjadi alasan pembiaran. Ia mendesak Pemda untuk segera mencari solusi untuk memprioritaskan pembukaan akses jalan utama sesegera mungkin siang dan malam, jika dari darat sulit, cari cara lain untuk menyuplai logistik darurat ke titik-titik terisolir seperti Talamau, Tim medis harus segera diterjunkan ke posko-posko pengungsian sebelum wabah penyakit menyerang kelompok rentan.
“Kami tidak lagi bisa menunggu birokrasi atau alasan Medan yang sulit. Nyawa warga adalah prioritas tertinggi. Pemerintah harus segera menembus isolasi ini bagaimanapun caranya,”tegas Nirlam.
Kini, mata warga Talamau tertuju pada jalanan berlumpur di depan sana, berharap deru mesin bantuan segera terdengar, memecah kesunyian dan kegelapan yang telah menyelimuti mereka selama lebih dari sepekan. (*)














