PADANG, HARIANHALUAN.ID- Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Novermal, menjalani pemeriksaan selama hampir tujuh jam di Subdit V Tipidsiber Direktorat Reskrimsus Polda Sumbar pada Senin (1/12/2025). Ia dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan pengusaha pembalakan, Budi Satriadi.
Kepada awak media, Novermal menyebut dirinya hadir memenuhi undangan penyidik sejak pukul 10.00 WIB hingga 17.40 WIB. Pemeriksaan berlangsung lancar dan penyidik memberikan waktu istirahat yang memadai.
“Saya dimintai keterangan terkait laporan Budi Satriadi terkait postingan saya di media sosial tentang kegiatan pembalakan yang saya duga merusak lingkungan dan bisa memicu banjir bandang,” ujar Novermal.
Pengusaha tersebut merasa nama baiknya tercemar, sehingga melaporkan Novermal menggunakan Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
Namun dalam proses pemeriksaan, Novermal justru menyampaikan fakta hukum terbaru. Berdasarkan informasi dari Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, kata dia, pengusaha pembalakan yang melaporkannya tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana kehutanan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Gakkum. Ia mengaku turut menyerahkan bukti berupa surat elektronik dan dokumen terkait praktik pembalakan tersebut.
“Saya justru yang mempertanyakan dampak lingkungan dari pembalakan itu. Informasi yang saya terima dari masyarakat, kegiatan tersebut sudah menyebabkan banjir besar yang merusak lahan pertanian dan jembatan di Bayang,” katanya.
Ia menambahkan, banjir besar juga menghantam jalan Bayang–Alahan Panjang di Koto Ranah, Kecamatan Bayang Utara. Dampaknya, akses menuju tiga nagari dengan total penduduk sekitar lima ribu jiwa terputus, karena jalan alternatif ikut tertutup longsor.
Menurut Novermal, langkahnya mengkritisi pembalakan merupakan bagian dari fungsi pengawasan legislatif. Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa dirinya dilindungi Hak Imunitas DPRD sebagaimana diatur Pasal 176 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Anggota dewan tidak dapat dituntut karena pernyataan, pertanyaan, atau pendapat yang dikemukakan, baik secara lisan maupun tertulis, di dalam atau di luar rapat DPRD, sepanjang berkaitan dengan tugas dan fungsi pengawasan,” tegasnya.
Ia juga mengutip Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang melarang kriminalisasi terhadap pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Menurutnya, laporan hukum terhadap dirinya masuk kategori Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Novermal menyatakan tidak mengenal dan belum pernah bertemu dengan Budi Satriadi, atau yang lebih dikenal sebagai “Budi Global”. Ia menegaskan tidak memiliki motif atau masalah pribadi dalam persoalan tersebut.
“Apa yang saya lakukan murni demi keselamatan masyarakat banyak,” ucap Novermal.
Ia mengungkapkan, lokasi pembalakan sudah disegel Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera. Kayu hasil tebangan serta alat berat yang digunakan telah diamankan, dan proses hukumnya naik ke tahap penyidikan.
Kegiatan pembalakan tersebut berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Tangkapan Air (DTA) hulu Sungai Batang Bayang. Pohon ditebang di perbukitan dengan lereng yang curam tanpa dokumen UKL/UPL atau AMDAL.
“Kawasan pembalakan mencapai sekitar 150 hektare. Ini sangat berbahaya bagi masyarakat Bayang yang jumlahnya puluhan ribu jiwa,” ungkapnya.
Di lokasi, Balai Gakkum menemukan penebangan kayu diduga di luar izin PAHT (Pemegang Hak Atas Tanah) seluas 83 hektare. Sedangkan Dinas SDA-BK Provinsi Sumbar mencatat kerusakan hutan akibat pembalakan mencapai 159 hektare.
Sebelumnya, lokasi itu merupakan kawasan Suaka Alam dan Wisata (SAW). Area hutan kemudian diputihkan menjadi Area Penggunaan Lain (APL) seluas sekitar 1.000 hektare dalam rangka rencana pembangunan jalan tembus Solok (Alahan Panjang)–Pesisir Selatan (Bayang).
Namun, lahan tersebut tidak menampung tapak jalan yang direncanakan. Seorang warga bernama Syamsir Dahlan mengklaim bahwa lahan tersebut sebagai tanah ulayat dan mengurus izin PAHT, lalu menguasakan pengelolaannya kepada Budi Satriadi.
“Kayu-kayu di hutan primer ditebang secara membabi-buta. Bukit dipotong untuk jalan lansir, pinggir sungai penuh potongan kayu limbah, dan alat berat dikerahkan,” ujar Novermal.
Ia berharap aparat penegak hukum objektif, tidak mengkriminalisasi suara publik, dan mengedepankan keselamatan masyarakat. (*)














