Jawabannya: tidak ada.
Inilah kekosongan yang membuat penanganan menjadi lambat dan sering mengambang.
Dengan adanya kategori bencana regional, disamping pusat, provinsi-provinsi di sekitar wilayah terdampak secara yuridis formal dapat bergerak mengulurkan tangan membantu daerah tetangganya. Tidak perlu ada kekhawatiran pejabat daerah itu akan terjerat perkara administrasi atau audit setelah bencana berlalu, karena tindakan mereka memiliki dasar hukum yang jelas.
Kekosongan aturan ini harus segera diisi. Saya meyakini Kementerian Dalam Negeri dapat mengambil posisi terdepan untuk menginisiasi pembaruan regulasi tersebut.
Keputusan Status Bencana Tidak Boleh Berlarut-Larut
Hari demi hari berjalan, dan sementara itu korban yang memerlukan pertolongan terus bertambah. Namun hingga kini, pemerintah pusat belum menetapkan status bencana apakah bencana provinsi atau bencana nasional. Ketidakpastian ini tentu menghambat koordinasi dan memperlambat mobilisasi sumber daya.
Padahal prosedurnya jelas. BNPB seharusnya menilai:
jumlah korban, luas kerusakan, gangguan pada pelayanan publik, kondisi pemerintahan lokal, skala geografis bencana.
Dengan lebih dari 600 korban jiwa dan sekitar 500 hilang, kerusakan jalan dan jembatan meluas di tiga provinsi, maka penetapan status seharusnya tidak lagi menjadi isu yang menunggu kajian terlalu panjang.
Dalam situasi darurat, ketegasan lebih penting daripada presisi. Ketidakpastian justru akan memperparah penderitaan rakyat di lapangan yang membutuhkan makanan, obat-obatan, pakaian, dan akses logistik.










